Google Ungkap Alasan Investasi ke Startup Indonesia Anjlok 87%
Investasi ke startup Indonesia anjlok 87% secara tahunan atau year on year (yoy) dari US$ 3,3 miliar menjadi hanya US$ 400 juta atau sekitar Rp 6,3 triliun selama Semester I. Google, Temasek, dan Bain and Company mengungkapkan penyebabnya.
“Ini merupakan kombinasi dari banyak faktor termasuk makroekonomi dan isu-isu spesifik dalam siklus pendanaan di Asia Tenggara,” kata Partner and Head of Vector in Southeast Asia, Bain & Company Aadarsh Baijal saat media briefing Google bersama Temasek dan Bain & Company meluncurkan laporan e-Conomy SEA di Google Indonesia Office, Jakarta, Selasa (7/11).
“Ketika kami berbicara dengan investor, sebagian besar dari mereka memilih pendekatan menunggu dan melihat alias wait and see,” Aadarsh menambahkan.
Ia pun memerinci penyebab investasi ke startup Asia Tenggara anjlok tahun ini, termasuk di Indonesia, sebagai berikut:
- Biaya modal tinggi
- Penurunan valuasi startup
- Jalur startup untuk mencapai untung dan lingkungan pasar modal yang menantang, sehingga strategi exit menjadi lebih sulit dicapai. Exit yakni pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Caranya bisa melalui pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO), merger atau akuisisi.
- Perhitungan valuasi startup lebih lama ketimbang tahun-tahun sebelumnya, sehingga proses penutupan pendanaan lebih alot
- Investor berhati-hati dan memilih untuk wait and see
“Investor menunggu musim panas tahun depan untuk melihat bagaimana pasar berkembang dan menunggu untuk mengkalibrasi investasi sejalan dengan tingkat pertumbuhan yang diantisipasi,” kata Aadarsh.
Namun ia menyampaikan bahwa Google, Temasek, dan Bain and Company tetap merekomendasikan startup Indonesia dan Vietnam sebagai pilihan investasi di Asia Tenggara. “Ini dua pasar teratas yang memiliki pasar menarik untuk terus berinvestasi,” Aadarsh menambahkan.
Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy SEA 2023’, investasi ke startup di Asia Tenggara anjlok 69,2% yoy dari US$ 13 miliar menjadi US$ 4 miliar selama Semester I atau ke level terendah dalam enam tahun t
Penurunan nilai investasi di masing-masing negara di Asia Tenggara sebagai berikut:
- Filipina turun 79% dari US$ 800 juta menjadi US$ 200 juta
- Thailand turun 66% dari US$ 300 juta menjadi US$ 100 juta
- Indonesia turun 87% dari US$ 3,3 miliar menjadi US$ 400 juta
- Malaysia turun 52% dari US$ 500 juta menjadi US$ 200 juta
- Singapura turun 63% dari US$ 7,5 miliar menjadi US$ 2,8 miliar
- Vietnam turun 24% dari US$ 700 juta menjadi US$ 600 juta
Sementara itu, rincian jumlah kesepakatan investasi ke startup sebagai berikut:
- Filipina turun dari 68 menjadi 23
- Thailand turun dari 42 menjadi 24
- Indonesia turun dari 301 menjadi 100
- Malaysia turun dari 77 menjadi 47
- Singapura turun dari 572 menjadi 318
- Vietnam turun dari 148 menjadi 48
Dari data tersebut terlihat bahwa nilai investasi ke startup Indonesia merupakan yang anjlok. Hal ini membuat peringkat Indonesia turun di bawah Vietnam dan Singapura.
Google, Temasek, dan Bain and Company mengungkapkan alasan penurunan investasi ke startup Asia Tenggara meski dry powder atau dana yang tersedia meningkat pada 2022. Alasan yang dimaksud yakni:
- Investor semakin terdesak untuk merealisasikan dana keluar atau berinvestasi, memberikan imbal hasil, dan mendistribusikan modal
- Pemberian dana yang dimulai pada pertengahan 2010, kini berada pada tahap akhir panen. Hal ini memberikan tekanan kepada modal ventura untuk memberikan imbal hasil.
- Separuh investor hanya mampu memenuhi sebagian atau tidak mencapai target divestasi
- Merealisasikan imbal hasil dan mendistribusikan dana menjadi tantangan utama dalam penggalangan dana
- 87% investor merasa bahwa penggalangan dana menjadi lebih sulit
- 64% investor mengalami penurunan ketertarikan untuk berinvestasi
- 88% investor merasa mereka menghadapi tantangan penggalangan dana yang lebih sulit
“Exit tetap menjadi perhatian utama, karena investasi ke startup di Asia Tenggara dinilai menghasilkan pengembalian modal yang lebih sedikit dibandingkan wilayah lain,” kata Google, Temasek, dan Bain and Company dalam laporan, Kamis (2/11).