Ekonom Sebut Tuntutan Ojol soal Tarif dan Status Bisa Merugikan Driver

Desy Setyowati
9 September 2024, 14:51
ojol, ojek online,
ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/rwa.
Massa yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional (KON) berunjuk rasa di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Button AI Summarize

Ekonom menilai bahwa tuntutan ribuan pengemudi ojek online alias ojol mengenai tarif pengantaran makanan dan barang, serta status kemitraan menjadi karyawan, bisa merugikan driver sendiri.

Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies atau CSIS Yose Rizal Damuri menilai, penerapan tarif batas bawah dan atas pada jasa transportasi lain seperti penerbangan, justru membatasi ruang inovasi dan cenderung menghilangkan persaingan usaha.

"Jadi, kalau dilihat secara umum misalnya, ada batas bawah di penerbangan, pada akhirnya tidak bisa juga untuk memberikan kondisi yang lebih baik bagi perekonomian. Batas bawah itu mengurangi persaingan dari produsen dan mengurangi insentif bagi produsen untuk berinovasi," kata Yose dikutip dari Antara, akhir pekan lalu (6/9).

Menurut dia, penerapan tarif batas bawah dan atas bagi jasa pengantaran bisa merugikan pengemudi atau kurir. Alasannya, penyeragaman tarif membatasi ruang untuk penentuan tarif yang dinamis yang merefleksikan kondisi geografis maupun naik turunnya tingkat permintaan.

"Pengantaran di setiap daerah, kondisinya berbeda baik dari sisi geografis, kualitas jalan dan berbagai macam hal lainnya. Kalau ada batas bawah dan atas yang ditentukan secara nasional, tentu tidak bisa mencerminkan kondisi tersebut," ujar dia.

Penyeragaman tarif layanan pengantaran barang dan makanan juga dapat mengurangi persaingan usaha dan berpotensi berdampak buruk untuk kurir online dan konsumen.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies atau Celios Nailul Huda menilai tuntutan ini dapat berdampak negatif bagi para pekerja itu sendiri. Alasannya, ojek online alias ojol yang merupakan bagian dari pekerja tidak tetap atau gig workers sangat menitikberatkan pada fleksibilitas waktu dalam bekerja.

"Saya paham tuntutan mereka juga akan mengarah kepada status pekerja bagi driver ojek online, di mana bisa mendapatkan hak yang mereka tuntut. Akan tetapi, masalahnya yakni ketika status  menjadi pekerja, maka bentuk kontraknya bukan sebagai pekerja gig lagi. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan sebagainya," ujar Nailul dalam keterangan pers di Jakarta, bulan lalu (30/8).

Formalisasi pekerja ojek online juga bisa menjebak para pengemudi ojol pada jebakan pekerjaan dengan kualitas rendah tanpa ada kesepakatan untuk mengembangkan kemampuan.

Oleh karena itu, menurut Nailul, masalah sebenarnya bukan status sebagai angkutan umum. Sebab, sejak awal tidak ada permasalahan tentang status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan.

Lebih dari 2.000 pengemudi ojek online alias ojol terpantau berdemo di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (29/8). Salah satunya menuntut Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika menentukan tarif pengantaran barang dan makanan, bukan diserahkan ke aplikator.

Tarif pengantaran barang dan makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 1 tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial. Pasal 2 dan Pasal 3 menyebutkan, tarif layanan ditentukan oleh penyelenggara layanan berdasarkan formula yang meliputi komponen biaya, margin, dan kondisi pasar.

Pasal 4 menguraikan komponen formula tarif yang meliputi biaya operasional, margin keuntungan, dan kondisi pasar.

Perusahaan wajib menginformasikan penyesuaian tarif kepada publik dan melaporkannya kepada Kominfo. Sementara itu, Kominfo hanya berwenang mengawasi tarif yang diterapkan oleh perusahaan.

"Tarif diserahkan kepada masing-masing perusahaan. Dampaknya, para aplikator bersaing soal tarir dan persaingan tidak sehat ini merugikan mitra pengemudi," kata Kepala Divisi Hukum Koalisi Ojol Nasional atau KON Rahman ditemui di lokasi demo, Jakarta Pusat, bulan lalu (29/8). 

Ribuan pengemudi ojek online alias ojol yang berdemo berharap peraturan itu direvisi, sehingga memungkinkan Kominfo menentukan tarif pengantaran barang dan makanan. Alasannya, aplikator bisa menerapkan program pengantaran barang dan makanan dengan harga yang murah.

“Bayangkan mitra pengemudi ojek online alias ojol hanya mendapatkan Rp 5.000 - Rp 7.000," kata Rahman. 

Berikut daftar tuntutan pengemudi ojol dalam demo besok di depan kantor Kominfo, sebagai berikut:

  1. Revisi dan penambahan pasal Permenkominfo Nomor 1 Tahun 2012 tentang formula tarif layanan pos komersil untuk mitra ojek online dan kurir online di Indonesia
  2. Kominfo wajib mengevaluasi dan mengawasi segala bentuk kegiatan bisnis dan program aplikator yang dianggap mengandung unsur ketidakadilan terhadap mitra pengemudi ojek online dan kurir online di Indonesia
  3. Hapus Program Layanan Tarif Hemat untuk pengantaran barang dan makanan pada semua aplikator yang dinilai tidak manusiawi dan memberikan rasa ketidakadilan terhadap mitra driver ojek online dan kurir online
  4. Penyeragaman Tarif layanan pengantaran barang dan makanan di semua aplikator
  5. Tolak Promosi Aplikator yang dibebankan kepada pendapatan mitra driver
  6. Melegalkan ojek online di Indonesia dengan membuat Surat Keputusan Bersama alias SKB beberapa Kementerian terkait yang membawahi ojol sebagai angkutan sewa khusus

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu, Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...