Investasi ke Startup Indonesia Anjlok Rp 3,49 T, Investor Pilih di Tahap Awal
Investasi pada startup di Indonesia mengalami penurunan. Chairman Nexticorn Foundation Rudiantara menyebut investor cenderung lebih ingin menanamkan dana ke startup early stage alias tahap awal dibanding later stage yakni sudah di tahap menghasilkan keuntungan.
Rudiantara bilang pendanaan startup turun sekitar US$ 226 juta atau sekitar Rp 3,49 triliun. Nilai itu dari US$ 526 juta pada semester pertama tahun lalu menjadi US$ 300 juta pada semester pertama tahun ini. Investasi sebesar US$ 300 juta itu mayoritas diberikan pada startup early stage.
“Dari sisi jumlah uang, satu transaksi later stage lebih besar puluhan kali. Tapi dari jumlahnya, justru early stage yang banyak disuntik pada 2024,” kata Rudiantara di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (10/9).
Berikut perbedaan pendanaan startup berdasar jenisnya, dibandingkan antara semester I 2024 dan 2023:
Jenis pendanaan | Pendanaan pada semester I 2023 | Pendanaan pada semester I 2024 |
Seed capital | US$ 32 juta | US$ 26 juta |
Early stage | US$ 148 juta | US$ 113 juta |
Later stage | US$ 681 | US$ 52 juta |
Dari angka tersebut, Rudiantara menjelaskan biasanya investor memberi pendanaan lebih kecil ke masing-masing startup level seed capital dan early stage. Ia mencontohkan, biasanya pendanaan ke seed capital hanya US$ 200 ribu hingga US$ 300 ribu. Sama halnya dengan early stage yang pendanaan paling besarnya bisa US$ 1 juta.
Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena investor butuh banyak tempat untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu, mereka kerap menebar uang ke banyak startup. “Daripada taruhan satu blok uang di satu tempat?” kata Rudiantara.
Lalu, saat ini orientasi investor beralih pada pertumbuhan dan profitabilitas. Hal ini berbeda dengan era awal startup berkembang di Indonesia, saat investor kerap 'bakar uang' agar startup bisa lebih dikenal.
Kendati mengurangi duit buat startup, menurut Rudiantara, langkah investor ini bisa menjadi berkah bagi startup. Alasannya, startup jadi mulai menghitung bagaimana arus keuangan mereka dan membidik kapan keuntungan akan tiba. Ini bisa menguatkan sektor startup Tanah Air.
Di sisi lain, Rudiantara bilang pemerintah tidak bisa memberi pendanaan langsung pada startup karena terkendala regulasi. Skenario yang mungkin diberikan contohnya adalah pemerintah mengalokasikan APBN pada kementerian, kemudian kementerian berinvestasi pada startup.
“Kita tahu, success rate startup itu hanya 10% dalam lima tahun. Kalau 10 tahun tidak lebih dari 5%, mungkin 4% itu juga bisa bagus. Jadi nanti kehilangan uang negara, kerugian uang negara, itu susah,” ujarnya.