Investasi ke Startup Indonesia Anjlok Terdalam Se-ASEAN, Tak Ada Unicorn 2024


Penurunan investasi ke startup Indonesia pada 2024 merupakan yang terdalam dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara yang diteliti oleh DealStreetAsia dalam laporan ‘Data Vantage’. Tidak ada unicorn baru tahun lalu.
Laporan DealStreetAsia menunjukkan jumlah kesepakatan pendanaan startup di Indonesia turun 34% yoy menjadi 85. Nilai investasinya juga turun 66% menjadi US$ 437,8 juta atau Rp 7,23 triliun.
Penurunan investasi ke startup di Indonesia merupakan yang terdalam di antara enam negara di Asia Tenggara yang diteliti oleh DealStreetAsia dalam laporan ‘Data Vantage’.
Secara keseluruhan, nilai pendanaan ke startup Asia Tenggara turun 42% menjadi US$ 4,56 miliar. Besaran penurunannya sama seperti 2023, tetapi lebih besar dibandingkan 2021 yakni 20%.
Jumlah investasi ke startup Asia Tenggara turun 10% menjadi 633. Putaran pendanaan tahap akhir mengalami penurunan nilai 72% menjadi US$ 1,23 miliar di 21 kesepakatan. Ini menandai pertama kalinya dalam enam tahun, pendanaan tahap akhir dikalahkan oleh investasi tahap awal.
Singapura menyumbang 68% dari pendanaan ke startup regional, diikuti oleh Indonesia (9,6%) dan Filipina (9,4%). Kontribusi Indonesia terus menurun dalam tiga tahun terakhir, yakni:
- 2021: 40,3%
- 2022: 22%
- 2023: 16,3%
- 2024: 9,6%
Penurunan pendanaan terjadi di seluruh tahapan, yakni:
Seri C dan seterusnya: turun dari 33 transaksi pada 2021, menjadi empat tahun lalu. Nilainya melorot dari US$ 7,51 miliar menjadi US$ 71,2 juta. Ini merupakan yang terlemah dalam enam tahun terakhir.
- Tahap akhir: 21 transaksi dengan total dana US$ 1,23 miliar. Ini merupakan yang terkecil dalam enam tahun terakhir.
- Transaksi di atas US$ 100 juta: tidak ada sama sekali pada 2024, dibandingkan dua pada 2023 dan tujuh pada 2022.
- Transaksi kisaran US$ 2,5 juta – US$ 5 juta: porsinya bertambah menjadi 21% dari keseluruhan volume transaksi
- Transaksi maksimal US$ 1 juta: porsinya juga bertambah menjadi 30%
“Dengan minimnya pendanaan tahap akhir dan tekanan yang terus berlanjut pada valuasi perusahaan rintisan, Indonesia gagal menghasilkan perusahaan rintisan berstatus unicorn untuk pertama kalinya dalam enam tahun,” demikian dikutip dari DealStreetAsia pada Januari.
Unicorn terbaru Indonesia yakni eFishery pada 2023. Namun startup perikanan ini menghadapi penyelidikan terkait dugaan fraud atau kecurangan sejak akhir tahun lalu.
Dari sisi sektor, teknologi finansial atau fintech menyalip e-commerce sebagai industri yang mendapatkan investasi terbanyak tahun lalu. Rinciannya yakni:
- 2021: 47
- 2022: 41
- 2023: 22
- 2024: enam
Laporan tersebut menyoroti bahwa penataan ulang sektor e-commerce Indonesia didorong oleh tekanan ekonomi makro, termasuk menyusutnya kelas menengah dan meningkatnya inflasi di kota-kota tier pertama dan kedua.
“Tantangan-tantangan ini diperparah oleh dinamika sektor internal, karena para pelaku usaha yang mapan menghadapi kesulitan dalam menunjukkan model bisnis yang berkelanjutan,” demikian dikutip.
Penurunan pendanaan ke e-commerce mendorong agritech naik ke peringkat kedua berdasarkan volume transaksi pada 2024. Rinciannya sebagai berikut:
- 2022: 22
- 2023: 10
- 2024: 12
Berdasarkan data internal DailySocial, total investasi yang masuk ke ekosistem startup Indonesia hanya US$ 1,1 miliar dari 125 kesepakatan sepanjang tahun lalu. Hal ini menjadikan 2024 sebagai tahun dengan nilai pendanaan terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Pandangan Investor Asing ke Startup Indonesia Setelah IHSG Rontok
Sebelum IHSG rontok, investor optimistis terhadap potensi pemulihan di Indonesia. Patrick Walujo, salah satu pendiri dan mitra pengelola Northstar Group, menyatakan optimismenya tentang prospek jangka panjang negara ini.
Ia menyoroti ukuran pasar Indonesia yang besar, sumber daya alam yang melimpah, dan basis konsumen yang terus berkembang. Menurut Patrick Walujo, Indonesia terlalu besar untuk diabaikan bagi para investor dan perusahaan teknologi.
"Selalu ada yang buruk, tetapi jika Anda mengesampingkan itu, banyak perusahaan yang berjalan sangat baik, dan itulah perbedaannya. Ini semua tentang kualitas pendiri dan manajemen," kata Patrick Walujo dalam acara PE-VC Summit pada 16 Januari.
Sementara itu, mitra pendiri Intudo Ventures Patrick Yip mengatakan Indonesia akan tetap tidak terdeteksi oleh banyak investor, karena merupakan pasar non-konsensus yang tengah memulihkan diri dari penurunan penggalangan dana signifikan pertama.
"Dengan antisipasi yang meningkat di pasar modal AS, kami memperkirakan modal akan mengalir deras ke Wall Street dan Silicon Valley, sehingga pasar berkembang seperti Indonesia terabaikan, tetapi memberikan pasar modal ventura Indonesia khususnya waktu yang cukup untuk menyelesaikan kalibrasi ulang valuasi dan ekspektasi untuk siklus berikutnya," kata Yip.
Meskipun mengalami perlambatan, investor dan venture capital tetap optimistis terhadap potensi jangka panjang ekosistem startup di Indonesia. Co-Founder & Managing Partner East Ventures Wilson Cuaca menekankan bahwa strategi investasi mereka tetap berbasis bottom-up, dengan berfokus pada kualitas pendiri dan ide bisnis yang solid.
Alih-alih terburu-buru mengalokasikan dana, mereka lebih memilih menunggu peluang yang benar-benar potensial.
Beberapa modal ventura yang masih aktif berinvestasi di Indonesia sepanjang 2024 di antaranya:
- AC Ventures – US$ 210 juta
- HSBC ASEAN Growth Fund – US$ 1 miliar
- Indonesia Investment Authority, Granite Asia – US$ 1,2 miliar
- Intudo Ventures – US$ 125 juta
- Maven Asia Capital – US$ 150 juta
Berikut daftar beberapa startup dengan pendanaan tertinggi sepanjang 2024:
- Waresix – US$ 55 juta
- Qoala – US$ 47 juta
- Xurya – US$ 44 juta
- AdaKami – US$ 32 juta
- Kargo – US$ 26 juta
- Yup – US$ 24 juta
Kini, investor dinilai akan mengkaji kembali rencana investasi di Indonesia, terutama setelah IHSG rontok pada perdagangan Selasa (18/3). Penurunan harga saham menjadi salah satu tolok ukur pelemahan ekonomi Indonesia.
IHSG ditutup turun 3,84% ke level 6.223 pada perdagangan Selasa (18/3). IHSG bahkan sempat menyentuh titik terendah ke level 6.017 atau melemah 7,01% pada perdagangan intraday.
Bursa Efek Indonesia atau BEI bahkan melakukan penghentian sementara perdagangan atau trading halt pada perdagangan Selasa (18/3), menjaga stabilitas pasar di tengah tekanan jual yang signifikan.
“Tentunya penurunan harga saham menjadi salah satu tolok ukur pelemahan ekonomi Indonesia. Ini sudah menambah kekhawatiran investor global, termasuk di bidang startup, yang kami semua harapkan mau kembali melirik perusahaan rintisan Indonesia,” kata CEO MDI Ventures Donald Wihardja kepada Katadata.co.id, Selasa malam (18/3).
"Kekhawatiran ini tentunya akan menambah panjang tech funding winter di Indonesia, karena investor internasional tetap enggan berinvestasi di Tanah Air,” Donald menambahkan.
Sementara itu, General Partner di Braxon Capital Pte Ltd Edward Ismawan menyampaikan investor publik dan privat berbeda dalam hal pertimbangan investasi.
Dikutip dari Equityzen, investor privat berinvestasi dalam sekuritas yang tidak diperdagangkan secara publik, seperti saham perusahaan swasta atau investasi langsung dalam proyek tertentu. Investasi ini biasanya tidak tersedia untuk umum dan sering kali memerlukan jumlah modal yang signifikan.
Sementara itu, investor publik adalah individu atau institusi yang berinvestasi dalam sekuritas yang diperdagangkan secara terbuka di pasar modal, seperti saham atau obligasi yang terdaftar di bursa efek.
Investasi itu dapat diakses oleh masyarakat umum, menawarkan likuiditas tinggi karena dapat diperjualbelikan dengan mudah, dan berada di bawah regulasi ketat untuk melindungi investor.
Edward menyampaikan penurunan IHSG atau faktor eksternal lain memang bisa memengaruhi investasi privat. “Namun, menyesuaikan diri pada kondisi pasar dan memiliki fleksibilitas dalam strategi jangka panjang, cukup penting untuk menghadapi tantangan ini,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (18/3).
Menurut dia, investor privat perlu berfokus pada fundamental startup yang akan disuntik modal.
Edward mengatakan penurunan IHSG bisa secara langsung memengaruhi investor privat, jika startup portofolionya berencana melakukan pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO). Gejolak di pasar saham bisa saja membuat rencana pencatatan saham perdana ditunda.
“Kalau memang ada pengaruh, itu lebih kepada masalah sentimen pasar, benchmark valuasi, likuiditas investor yang juga masuk ke pasar modal, dan juga potensi exit di bursa saham yang tertunda atau tidak ideal,” ujar Edward.
Exit dalam istilah startup yakni pendekatan atau strategi untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Dikutip dari Startup Studio, jenis-jenisnya yakni menjual ke investor, mewariskan kepada keluarga, IPO, merger dan akuisisi, likuidasi, management and employee buyouts.