Grab Ungkap 3 Dampak Negatif jika Driver Ojol Menjadi Karyawan


Grab mengungkapkan potensi dampak negatif jika mitra pengemudi taksi online dan ojol menjadi karyawan, sebagaimana tuntutan pada driver selama ini.
“Yang perlu dipahami, platform digital seperti Grab memberikan fleksibilitas. Mitra bisa mencari order sesuai waktu diinginkan misalnya, hanya pagi atau sore saat jam sibuk, atau hanya saat jam makan siang,” kata Chief of Public Affair Grab Tirza Musunamy ditemui di kantor Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker di Jakarta Selatan, Kamis (10/4).
Grab pun mengungkapkan tiga potensi dampak negatif jika pengemudi taksi online dan ojol menjadi karyawan. Pertama, jumlah mitra akan berkurang drastis.
Tirza menjelaskan, saat ini, siapapun bisa mendaftar menjadi mitra pengemudi taksi online dan ojol Grab, serta bisa langsung bekerja. Jika driver menjadi karyawan, maka perusahaan akan menetapkan kuota dan melakukan seleksi.
“Kemampuan platform mengakomodasi mitra pengemudi taksi online dan ojol itu akan jauh berkurang, sehingga yang tidak terserap tak lagi memiliki akses menjadi gig worker,” katanya.
Kedua, perusahaan akan membatasi jumlah pengemudi dan melakukan seleksi. Saat ini, syarat menjadi mitra pengemudi cukup memiliki kendaraan, SIM, dan kemampuan mengemudi.
“Jika mereka menjadi karyawan, akan ada wawancara dan seleksi seperti di perusahaan lain, sehingga tidak semua orang bisa masuk,” ujar Tirza.
Ketiga, UMKM di ekosistem aplikator, termasuk Grab akan terkena dampak dari berkurangnya jumlah mitra pengemudi taksi online dan ojol.
"Lebih dari 90% merchant yang terdaftar di Grab itu UMKM,” kata Tirza. “Bisa dibayangkan jika jumlah mitra pengemudi yang sebelumnya banyak sekali, kemudian menyusut karena menjadi karyawan, maka kemampuan driver melayani pesanan dari UMKM ini turun juga."
Ia mencontohkan permintaan order GrabFood yang melonjak saat jam makan siang atau makan malam.
Oleh karena itu, Grab menilai kebijakan terkait perubahan status mitra pengemudi taksi online dan ojol menjadi karyawan perlu dikaji secara matang, agar tidak merugikan pihak-pihak yang bergantung pada ekosistem.
“Jadi, kami serahkan kepada tupoksi Kementerian Ketenagakerjaan. Kalau pemerintah sudah mau mengeluarkan suatu kebijakan, tentunya menyambut baik," ujarnya.