Pilih Dianggap UMKM atau Jadi Karyawan? Ini Kata Driver Ojol


Pemerintah mengusulkan pengemudi ojol masuk kategori UMKM, namun asosiasi ojek online dan taksi online ingin diatur sebagai karyawan tetap. Bagaimana tanggapan driver?
Mitra pengemudi Gojek Anton Hadi menyampaikan dirinya berharap ada keseimbangan hak dan kewajiban antara driver dan aplikator. “Kalau menjadi UMKM, apakah kami bisa mendapatkan asuransi?” tanya dia saat diwawancarai Katadata.co.id, Kamis (17/4).
Sementara jika diatur sebagai karyawan, menurut dia, pemberian hak seperti Bonus Hari Raya alias BHR tidak memuaskan. Sebab, ada yang hanya memperoleh Rp 50 ribu atau bahkan tidak sama sekali.
“Yang saya butuhkan, kepastian status supaya aplikator tidak semena-mena,” ujar pria yang bergabung dengan Gojek sejak 2018 ini. “Saya berharap aturan mengenai komisi atau potongan jelas dan ada payung hukum untuk pengemudi ojol dan taksi online.”
Mitra pengemudi ojol Grab Dedi Supriyatna juga menyoroti soal besaran potongan yang diambil oleh aplikator. “Kalau jadi karyawan, rasanya tidak mungkin. Saya khawatir justru ada lebih banyak aturan yang aneh jika menjadi pegawai,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (17/4).
“Lalu, kalau terkena PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja, saya tidak bisa narik ‘order’. Jadi UMKM tidak masalah, asalkan aturan mengenai aplikator diperbaiki,” ujar dia.
Asosiasi Ingin Driver Ojol Jadi Karyawan
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia atau SPAI menolak usulan Menteri Usaha Mikro Kecil Menengah Maman Abdurahman untuk memasukkan driver sebagai pelaku UMKM. Mereka ingin diperlakukan sebagai karyawan.
“Sebab, pengemudi ojol dan taksi online, serta kurir masuk dalam kategori pekerja tetap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” kata Ketua SPAI Lily Pujiati dalam keterangan pers, Rabu (16/4).
Selama ini status pengemudi ojol dan taksi online, serta kurir merupakan mitra. Menurut Lily, hubungan dengan perusahaan semestinya pekerja tetap. “Hubungan di dalamnya mencakup unsur pekerjaan, upah dan perintah,” kata dia.
Ketua Asosiasi Driver Online Taha Syafariel juga menilai, hubungan kemitraan membuat hak dan kewajiban antara aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim dengan pengemudi ojol dan taksi online tidak seimbang.
Belum lagi, aturannya yang berada di banyak instansi. Soal tarif ojol dan taksi online, serta kuota mitra pengemudi misalnya, diatur oleh Kementerian Perhubungan atau Kemenhub.
Status kemitraan diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan alias Kemnaker. Lalu, tarif pengantaran barang dan makanan diatur di Kementerian Komunikasi dan Digital alias Komdigi.
Meski begitu, Taha mengakui bahwa status pengemudi ojol dan taksi online sebagai UMKM masuk akal. “Sebab mereka menggunakan kendaraan pribadi untuk menjalankan aktivitas ekonomi,” katanya.
Keuntungan Driver Ojol Masuk Kategori UMKM
Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyiapkan regulasi yang akan memasukkan driver ojol dalam kategori UMKM. Dengan begitu, para pengemudi bakal mendapatkan hak-hak seperti pelaku UMKM seperti pelatihan, kredit dengan bunga ringan, subsidi BBM atau bahan bakar minyak, insentif pajak hingga gas elpiji atau LPG 3 kilogram atau kg.
"Ada peluang berkembang dan merambah bisnis lain. Selain itu, akses kredit bersubsidi untuk UMKM dan berbagai program di bawah Kementerian UMKM," kata dia di kantornya, Rabu (15/4).
Ekonom Senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai driver ojek online akan mendapatkan keuntungan jika masuk kategori UMKM, salah satunya pengembangan usaha dan kredit perbankan.
"Bisnisnya bisa bertumbuh dari sebagai driver saja ke aktivitas bisnis lain," ujar Wijayanto kepada Katadata.co.id di Jakarta, Rabu (16/4). “Selain itu, akses kredit bersubsidi untuk UMKM dan berbagai program di bawah Kementerian UMKM.”