Enam Menteri Akan Buat Aturan Batasi Anak Main Gim dan Media Sosial

Kamila Meilina
31 Juli 2025, 13:12
komdigi batasi anak bermain gim dan media sosial,
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Seorang anak bermain game di dalam Bus KPK saat "roadshow" di kawasan Bundaran HI pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Jakarta, Minggu (7/5/2023).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Enam kementerian akan menyiapkan aturan untuk membatasi anak bermain gim dan media sosial. Hal ini sebagai bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pelindungan Anak di Ranah Digital alias PP Tunas.

“PP ini akan lebih kuat jika ada kolaborasi. Oleh karena itu, kami bersama-sama hari ini sepakat untuk menurunkan pelaksanaan dari PP Tunas. Ini yang kami lakukan, sembari tim mengkaji klasifikasinya,” kata Menteri Komdigi Meutya Hafid dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Rencana Aksi Implementasi PP Tunas, Kamis (31/7).

Keenam kementerian yang dimaksud yakni:

  • Kementerian Komunikasi dan Digital
  • Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)
  • Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek)
  • Kementerian Agama
  • Kementerian Dalam Negeri
  • Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

“Kolaborasi ini penting untuk menyiapkan alternatif kegiatan bagi anak-anak yang akses digitalnya dibatasi, termasuk penyediaan ruang aktivitas yang ramah anak dan penguatan literasi digital di lingkungan keluarga dan sekolah,” ujar Meutya.

PP Tunas telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 28 Maret. Regulasi ini mengatur sejumlah aspek penting seperti potensi kontak anak dengan orang asing, paparan konten tidak layak, eksploitasi sebagai konsumen, ancaman terhadap keamanan data pribadi, hingga risiko adiksi dan gangguan psikologis.

Salah satu poin dalam beleid itu yakni penundaan usia anak untuk dapat mengakses media sosial dan platform digital.

Pemerintah menilai akses ke ruang digital harus diberikan pada usia yang dianggap sudah cukup matang, mengingat potensi bahayanya dinilai setara atau bahkan lebih tinggi dari aktivitas seperti mengemudi yang memiliki batas usia legal.

Meutya menyebut dukungan Presiden Prabowo Subianto terhadap perlindungan anak di ruang digital menjadi dasar kuat untuk pelaksanaan kebijakan ini. Ia juga mengungkap sejumlah data yang memperkuat urgensi pembatasan, seperti 45% anak Indonesia mengalami perundungan menurut UNICEF, satu dari empat anak menerima pesan seksual tidak pantas, dan sekitar 80 ribu anak di bawah 10 tahun terpapar judi online dan pornografi.

Meutya menambahkan, keberhasilan pelaksanaan aturan ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada peran aktif orang tua dan komunitas dalam membimbing anak di ranah digital.

PP Tunas Batasi Akses Anak untuk Gim dan Media Sosial

Salah satu poin utama dari implementasi PP Tunas adalah pengaturan usia minimum anak untuk mengakses platform digital, termasuk media sosial dan gim. 

Berdasarkan PP Tunas, klasifikasi jenjang usia penggunaan aplikasi digital dibagi sebagai berikut:

  • Di bawah 13 tahun: Hanya boleh mengakses platform dengan risiko sangat rendah, seperti situs edukatif atau aplikasi anak.
  • Usia 13–15 tahun: Diperbolehkan mengakses platform dengan risiko rendah hingga sedang, di bawah pengawasan orang tua.
  • Usia 16–17 tahun: Boleh mengakses platform berisiko tinggi dengan pendampingan.
  • 18 tahun ke atas: Bebas mengakses seluruh platform secara independen.

Meski demikian, Meutya mengatakan pihaknya belum secara rinci membuat klasifikasi aplikasi yang termasuk dalam kategori risiko tersebut. Sebab ia menegaskan klasifikasi platform digital akan dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan banyak faktor, termasuk kepatuhan platform terhadap regulasi dan fitur perlindungan anak yang sudah tersedia. 

“Kami beri waktu kepada platform untuk memperbaiki fitur-fitur agar lebih ramah anak. Tidak ada keterburuan, yang ada adalah kehati-hatian,” katanya.

Aturan ini disebutnya akan menyesuaikan risiko dari masing-masing platform, seperti potensi adiksi, paparan konten negatif, hingga interaksi dengan orang asing.

Pemerintah juga telah mengidentifikasi indikator risiko yang menentukan klasifikasi platform digital, termasuk:

  • Tingkat adiksi pengguna terhadap platform
  • Paparan terhadap konten negatif seperti pornografi dan judi online
  • Kepatuhan terhadap sistem klasifikasi usia dan pelaporan

Meutya menyebut beberapa platform telah merespons PP iy dengan menghadirkan fitur khusus untuk remaja dan anak-anak. Ia berharap langkah ini bisa memperkuat kerja sama antara pemerintah dan pelaku industri digital dalam mendukung ekosistem digital yang sehat dan ramah anak.

“Yang kami inginkan yakni melaksanakan ini dengan baik, agar anak-anak terlindungi secara menyeluruh. Bukan hanya dari sisi teknologi, tetapi juga lewat lingkungan yang mendukung di rumah dan sekolah,” ujar Meutya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...