Diduga Mata-mata, Microsoft - Google Tekan Perusahaan Teknologi Israel
Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), Microsoft, Dell, Cisco hingga Google menekan NSO Group karena teknologinya dianggap berbahaya dan melanggar undang-undang atau UU antiperetasan. Perusahaan Israel ini juga dikabarkan meretas gadget puluhan jurnalis.
NSO Group digugat oleh WhatsApp pada tahun lalu, karena diduga meretas 1.400 pengguna. Perusahaan teknologi Israel ini lantas mengajukan banding atas gugatan tersebut.
Microsoft, Dell, Cisco dan Google mengajukan legal brief meminta Pengadilan Tingkat Banding AS tidak mengabulkan kekebalan hukum yang diajukan oleh NSO Group. Dalam unggahan berjudul 'Cyber ??Mercenaries Don Not Deserve Immunity' di blog resmi, Microsoft menguraikan tiga alasan NSO Group tidak boleh mendapatkan kekebalan hukum.
Pertama, teknologi NSO Group dianggap sangat berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah. Kedua, alat-alatnya tidak memiliki batasan yang sama dengan perusahaan swasta lain.
Terakhir, alat-alatnya dianggap mengancam hak asasi manusia. "Kami yakin model bisnis NSO Group berbahaya. Kekebalan hukum memungkinkan aktor swasta lain melanjutkan bisnis berbahaya tanpa aturan hukum, tanggung jawab, atau akibatnya," kata Microsoft dikutip dari The Verge, Selasa (22/12).
Microsoft mengkaji laporan atas gugatan WhatsApp terkait NSO Group ke pengadilan Federal di San Fransisco, AS. Anak usaha Facebook ini menduga perusahaan Isarel itu membantu upaya mata-mata atau spionase pemerintah di 20 negara di empat benua.
Beberapa negara yang teridentifikasi mengalami peretasan yakni Meksiko, Uni Emirat Arab, dan Bahrain. Sasarannya mulai dari para diplomat, oposisi pemerintah, jurnalis, dan pejabat senior pemerintah setempat.
Dalam pernyataannya, WhatsApp mengatakan bahwa 100 anggota masyarakat sipil mengaku diretas. "Tak dapat diragukan lagi, ini pola pelecehan (teknologi) yang nyata," ujar WhatsApp, dikutip dari Reuters, tahun lalu (30/10/2019).
Kini, Spyware Pegasus milik NSO Group diduga terlibat dalam peretasan iPhone milik 36 jurnalis kantor berita Al Jazeera dan Al Araby TV. Ini dilaporkan oleh Citizen Lab di Universitas Toronto.
Peneliti Citizen Lab mengatakan, dua peretas (hacker) memata-matai dan mencuri data jurnalis pada ponsel. "Telepon-telepon itu disusupi menggunakan rantai eksploitasi yang kami sebut Kismet," kata para peneliti Citizen Lab dikutip dari BBC Internasional, Selasa (22/12).
Mereka melakukan tindakan memata-matai atas nama pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Upaya peretasan itu diduga telah dilakukan selama lebih dari setahun terakhir.
NSO Group juga sempat dihubungkan dengan kematian jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi. Seorang pembangkang Saudi yang dekat dengan Jamal Khashoggi yaitu Omar Abdulaziz mengajukan gugatan yang menuduh NSO Group membantu Arab Saudi memata-matai lewat gawai.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International juga sempat menuduh NSO Group membantu Arab Saudi memata-matai anggota staf organisasi. "Perangkat lunak mereka (NSO Group) digunakan untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia,” kata direktur program Kantor Amnesty International Israel Molly Malekar, pada 2018 (2/12/2018).
Namun, NSO Group membantah semua tuduhan itu. Perusahaan menyatakan bahwa tujuan utama mereka yaitu menyediakan teknologi untuk badan intelijen dan penegak hukum pemerintah dalam memerangi terorisme dan kejahatan serius.
NSO Group juga membantah terlibat dalam upaya peretasan puluhan jurnalis Al-Jazeera dan Al Araby TV. "Kami tidak memiliki akses ke informasi apa pun yang terkait dengan identitas individu yang diduga menggunakan sistem untuk pengawasan," kata juru bicara NSO Group dikutip TechCrunch, Selasa (22/12).