Korporasi dan UMKM Indonesia Masif Adopsi AI, IoT, Cloud saat Pandemi
Pandemi Covid-19 memaksa banyak orang untuk beralih ke layanan digital guna meminimalkan risiko tertular virus corona. Ini juga mendorong korporasi hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengadopsi teknologi, guna menjangkau konsumen.
Setidaknya ada tiga teknologi yang masif diadopsi yakni Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI), dan komputasi awan (cloud). Lonjakan adopsi ketiga teknologi ini juga terjadi di negara lain.
UMKM juga masif mengadopsi teknologi. “Adopsi cloud misalnya, meningkat 20% lebih,” kata Presiden Direktur IBM Indonesia Tan Wijaya saat wawancara khusus dengan Katadata.co.id, pekan lalu (14/4).
Ia mengatakan, adopsi teknologi akan semakin masif ketika jaringan internet generasi kelima (5G) diterapkan.
Akan tetapi, masifnya adopsi teknologi juga meningkatkan risiko serangan siber. Berikut hasil wawancara Katadata.co.id dengan Tan terkait adopsi teknologi dan risiko keamanan siber.
Bagaimana perkembangan bisnis IBM Indonesia, khususnya selama pandemi corona? Layanan apa saja yang meningkat tajam?
Pada 10-15 tahun lalu, produk yang laku itu berdasarkan dari orang yang kenal sama pembeli. Jadi relationship menjadi fokus utama. Dengan adanya search engine yang sudah meluas 10 tahun belakangan ini, di Google, Yahoo, dan sebagainya, orang sudah tidak lagi bertumpu atau relly pada penjual yang punya informasi, karena mudah didapatkan dari search engine.
Dalam tiga tahun terakhir, kami melihat banyak konsumen korporasi sudah masuk show me and tell me. Artinya, mereka minta ‘tolong dong tunjukkan hasilnya’. Dengan perubahan ini, cara kami berbisnis juga berubah. Dulu, kirim proposal. Ini sedikit kurang relevan saat ini, terutama di IT.
Di IT, sudah banyak developing operational dan agile. Dua metodologi yang membuat orang mudah untuk melihat hasil jauh lebih cepat. Tentu peta persaingan akan sangat berbeda. Kami berfokus pada teknikal skill kami. Banyak tenaga penjual dan arsitek kami diperkuat dari sisi teknikal. Jadi konsumen bisa lebih relevan. Jadi konsumen melihat bagaimana produk kami bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya.
Bagaimana tren permintaan layanan teknologi di Asia Tenggara, terutama di Indonesia selama pandemi corona?
Kami mencatat misalnya, keamanan siber. Dengan situasi Covid-19, banyak sekali pembelian lewat e-commerce. Ini juga membuka celah security attack yang kita rasakan setiap hari. Banyak e-commerce besar yang merasakan ancaman signifikan di kuartal I 2021, kami catat kenaikannya lebih dari 67%.
Kami lihat banyak sekali terutama di bidang finansial memperkuat fondasi sistem keamanan. Kami dapat menikmati pertumbuhan signifikan untuk (permintaan layanan) keamanan siber ini. Selaras dengan data global.
Kalau hybrid cloud agak sedikit berbeda. Di luar negeri, adopsinya banyak. Di Indonesia, karena ada pembatasan data center maka hanya relevan dengan hybrid cloud yang sudah tersedia di Tanah Air.
Untuk enterprise, mereka lebih ke hybrid cloud. Bagaimana pelanggan kami melihatnya bisa menikmati fasilitas cloud, yakni dapat menyebarkan input dengan cepat dan bisa menekan biaya seminimal mungkin. Lalu bagaimana bisa memindahkan output-nya satu ke tempat lain.
Mereka tidak mau ada vendor lock-in. Artinya, begitu saya masuk public cloud lalu tidak bisa keluar. Jadi, mau tidak mau bergantung pada vendor. Dengan hybrid cloud membantu mereka memindahkan dari satu ke yang lain. Ini signifikan, minimal kenaikannya 20% yang terjadi di Kuartal I 2021 di bidang hybrid cloud.
Bulan lalu, kami meluncurkan cloud satelit yaitu suatu kemampuan di mana cloud bisa ditempatkan di tempat konsumen atau lokasi yang ditunjuk oleh konsumen, dengan semua fasilitas yang dimiliki oleh IBM.
Bagaimana adopsi AI di Indonesia?
Data AI, ini kami melihat that’s the new oil competing in the market, terutama saat pandemi corona. Bagaimana mereka mengelola biaya dengan baik, itu mereka harus punya data. Setiap keputusan dari perusahaan harus ada data di belakang layar, harus ada movement seperti ini.
Dengan situasi Lebaran ini misalnya, maka level stok Anda harus seperti ini supaya tidak oversupply. Ini hanya bisa dilakukan bisa menggunakan data.
Ini bukan hanya historical data. Dengan adanya Covid-19, lanskap bisa berubah. Kombinsasi antara historical dengan modelling jadi penting. Ini banyak vendor yg disebut deep machine learning. Bicara data dan AI untuk institusi finansial, kami melihat incurred yang signifikan di dua area yaitu data main house dan master data management yakni bagaimana mengelola kualitas data.
Robotika otomatisasi banyak diadopsi di Indonesia?
Kami di IBM ada augmented AI, data yang kami fokuskan tapi bukan bertujuan menggantikan, tapi komplimen. Bicara AI identik dengan robotik dan IoT. Yg kami lihat banyak di manufaktur yang mulai mulai untuk industri 4.0. Ini bahasa mudahnya bagaimana mengelola IoT, robotik, menjadikan insight atau data. Dua ini kombinasinya lalu di-translate di korporasi yang lebih baik.
Ada beberapa yang sudah masuk, terutama di industri manufaktur. Contohnya di industri otomotif, mereka mau menambah pabrik tetapi ada satu kesulitan yakni analisis cacat produk. Apakah ini lolos quality control untuk dijual atau cacat?
Ada satu kasus, saat produk dikirim ke luar negeri, cacat itu ketemu. Bayangkan biaya untuk kirim balik. Ada pabrik yang besar di Jakarta. Mereka mau menambah pabrik susah dan cacatnya ditemukan di luar negeri, karena ekspor.
Kalau menggunakan IoT ini semudah memakai CCTV berbasis IoT lalu dianalisis. Ini untuk mengetahui output-nya cacat atau tidak. Di back-end ada data dan analisis yang memilah produk cacat atau tidak.
Kasus lain di kontraktor mesin alat berat. Ada mesin-mesin yang kasusnya ekstrem misalnya, barang yang diangkat lebih berat atau jalurnya terjal. Dengan teknologi, ini tercatat semua. Dengan begitu, bisa dipetakan misalnya, kapan waktu yang tepat untuk maintenance. Ini akan menghemat biaya.
Lalu ditambahkan sensor di dekat sopir. Banyak kecelakaan terjadi biasanya karena sopir kurang tidur. Alat akan mendeteksi wajah sopir dan mengecek apakah dia lelah atau tidak. Ini banyak praktiknya.
Sektor yang banyak mengadopsi teknologi saat pandemi corona?
AI untuk koleksi data banyak sekali institusi finansial yang masuk. Kalau bicara data AI tahapannya banyak. Misalnya credit scoring untuk KPR, ada submit cicilan beberapa tahun, lalu cek beban dan gaji. Analisis kredit melalui BI Checking kan perlu data flow. Integrasi ini biasanya pakai big data.
Banyak analisis yang sekarang terjadi sangat tradisional. Dengan teknologi, kenapa ditolak, itu bisa ketahuan. Parameter ini akan membantu bank untuk mengetahui orang ini layak atau tidak (untuk mendapatkan kredit). Kalau perbankan punya mesin ini, mereka memiliki kesempatan untuk menggaet lebih banyak pelanggan. Apalagi saat Covid-19 harus konsumen yang bagus.
Kominfo menyiapkan 5G dan diharapkan bisa tersedia paling cepat akhir 2022. Bagaimana ini mendorong adopsi teknologi di Indonesia?
Di Indonesia, biasanya genap seperti 2G dan 4G difokuskan untuk komersial atau B2C. Tetapi untuk 5G untuk B2B. Sekarang ini, 4G saja, kalau menyalahkan Netflix dan lainnya ini lebih dari cukup.
Dengan 5G, aliran data akan lebih cepat. Siapa pengguna yang akan sangat menikmati yakni korporasi. Kalau bicara plantation, mereka punya data yang sangat kuat untuk tahu kapan lahan tanam bibit dan apakah airnya tepat? Bayangkan, luasan cangkul sangat luas, data yang dikirim kan relatif banyak. Ini target yang sangat pas untuk 5G. Mereka bisa mengelola data dengan cepat dan aksinya tinggi. Jadi, ketimbang pupuk diberikan ke semua lahan, bisa dipilih lahan yang signifikan.
Bagaimana peningkatan adopsi IoT, AI, dan cloud di Indonesia?
IBM bekerja sama dengan Samsung dan M1 di Singapura. 5G itu korporasi. Korporasi akan banyak sekali menikmati hasilnya. Kami bekerja sama dengan mitra untuk membangun solusi 5G. Adopsinya menjadi lebih cepat dan pemanfaatannya lebih jelas.
Di Indonesia, kami berharap saat peluncuran bisa kerja sama dengan banyak perusahaan telekomunikasi.
Dengan adanya 5G, adopsi teknologi IoT, AI, dan cloud akan jauh lebih cepat. Contohnya plantation pakai IoT dan sensor. Kirim data ke mana? Kalau kirim pun lambat. Dengan adanya 5G, adopsi ketiga teknologi ini akan tumbuh.
(BACA JUGA: Nasib Indonesia di Tengah 'Perang Dingin' Teknologi Kecerdasan Buatan)
Dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, bagaimana peningkatan adopsi teknologi oleh perusahaan dan UMKM di Indonesia?
Berdasarkan pengalaman sekitar 10 tahun, mereka (UMKM) biasanya punya kriteria. Mereka yang paling penting ‘tolong kasih solusi yang terbukti berhasil’. Kalau gagal, mereka tidak punya uang untuk uji coba kedua kali. Kalau korporasi besar punya uang yang banyak.
Kedua, UMKM ingin harganya murah. Untuk enterprise setidaknya butuh 10 fungsi, sementara UMKM hanya tiga sampai empat fungsi. Jadi, yang ditawarkan yakni harus lebih murah namun tepat guna.
Ketiga, mereka tahu ‘tetangga’ pakai (teknologi) apa. Jadi, mereka mau improve supaya lebih baik.
Teknologi yang paling banyak diadopsi oleh UMKM saat pandemi corona apa saja?
Adopsinya tinggi sekali. Server misalnya, kan tidak butuh beli. Mereka bisa bayar bulanan. Jadi cloud sangat cocok. Adopsi (layanan) cloud pun tumbuh lebih dari 20%. Tapi harus dilihat kepulan yang terjadi misalnya, hal yang menghambat bisnis dan pembatasan operasional. Maka, dari segi teknologi, mereka mencari enam sampai tujuh prioritas.
Pertama, tentu yang bisa membuat mereka beroperasi di rumah seperti telekonferensi. Kedua, keamanan siber untuk karyawan yang bekerja di rumah. Ketiga, data AI. Bagaimana mereka mengelola insights supaya lebih bisa bersaing. Ini tidak perlu IoT yang canggih. Misalnya, bagaimana merka mengerti data konsumen.
Dengan begitu, mereka mengetahui produk apa yang laris. Kemampuan mereka untuk mendorong pemesanan ulang itu bisa di-follow up lewat Whatsapp, “kita ada promo baru nih”. Jadi adopsi teknologi, tidak serta merta bicara IRP atau back end, tetapi juga front end.
Bagaimana tren serangan siber seiring meningkatnya penggunaan teknologi?
Saat pandemi Covid-19, ada satu pasar yang pengeluarannya lumayan. Dulu, kalau bicara e-commerce, kaum milenial sudah fasih memakainya. Sedangkan yang lebih tua memilih offline.
Pandemi corona memaksa mereka untuk ikut menggunakan teknologi. Mereka lebih mempunyai uang. Ini yang ditarget (oleh pelaku serangan siber). Mereka dikirimkan tautan via Whatsapp atau SMS.
Jadi perlu dua hal yakni peningkatan akses teknologi dan pemahaman mengenai kerentanan. Sebagus apapun teknologi, kalau edukasi tidak ditingkatkan, tentu akan dibobol.
Serangan siber malware bagaimana?
E-commerce itu jadi target. Indonesia punya unicorn yang banyak. Mereka (pelaku serangan siber) tahu populasi kita besar dan banyak startup digital.
Penyerangannya dari dua sisi yakni korporasi dan konsumen. Korporasi punya dana untuk antisipasi. Yang konsumen ini yang rentan.