Whatsapp Akan Bisa Dipakai Tanpa Internet, Antisipasi Ancaman 5G?
WhatsApp berencana meluncurkan fitur multi-device, yang memungkinkan pengguna mengakses layanan perpesanan tanpa internet. Ini ditempuh ketika beberapa negara mulai mengadopsi jaringan internet generasi kelima alias 5G, termasuk Indonesia.
Saat ini, WhatsApp menguji coba fitur multi-device versi beta. Ini memungkinkan pengguna mengakses akun di perangkat berbeda secara independen.
Itu artinya, akun WhatsApp bisa dioperasikan di laptop atau komputer pribadi tanpa harus terkoneksi dengan ponsel. Saat ini, pengguna masih harus menghubungkan akun di gawai, jika ingin mengakses WhatsApp web di laptop.
Selain itu, WhatsApp bakal bisa diakses meski tanpa koneksi internet. "Sekarang Anda dapat menggunakan pengalaman WhatsApp desktop atau web, bahkan ketika ponsel tidak aktif dan terhubung ke internet," kata Head of WhatsApp Will Cathcart dikutip dari Daily Mail, akhir pekan lalu (16/7).
Anak usaha Facebook itu menjamin keamanan fitur anyar tersebut. Perusahaan menjanjikan bahwa keamanan lewat sistem enkripsi end to end dipertahankan.
WhatsApp mengatakan, fitur multi-device bertujuan menghilangkan persoalan integrasi perangkat. "Arsitektur fitur ini menghilangkan rintangan dengan tidak lagi membutuhkan smartphone untuk setiap pengoperasian (akun)," kata WhatsApp dikutip dari TechCrunch pada pekan lalu (15/7).
Pengembangan fitur itu dilakukan di tengah maraknya adopsi 5G. Chief Scientist of Virtualization ZTE Tu Jianshun menilai bahwa 5G mengancam bisnis platform percakapan seperti WhatsApp, WeChat, Telegram hingga Signal.
Tu Jianshun menjelaskan, 5G bakal menghadirkan aplikasi pesan multimedia asli perangkat. Ia mencontohkan Tiongkok yang mulai mengembangkan sistem pengiriman pesan berbasis 5G.
"Ini diperkirakan meluncur secara komersial pada 2021," kata Jianshun dikutip dari Mobile Industry Eye, pertengahan tahun lalu (24/6/2020). Beberapa operator pun mulai mengembangkan platform itu bulan ini.
Platform perpesanan 5G ini seperti SMS, namun lebih canggih. Aplikasi ini mampu mengirim konten media seperti gambar, video, lokasi, dan file berkualitas tinggi, serupa WhatsApp.
Namun, pengguna tidak perlu mendaftar untuk mengakses layanan. Semuanya ditangani oleh infrastruktur jaringan yang ada.
Perpesanan 5G didasarkan pada enkripsi keamanan kartu SIM dan dipaketkan dengan nomor telepon pengguna. Artinya, untuk mengirim atau menerima pesan 5G, pengguna tidak perlu mendaftar ke platform lain.
Platform tersebut kompatibel dengan infrastruktur jaringan yang ada, sehingga dapat sepenuhnya digabungkan dengan aplikasi SMS. Selain itu, dapat menggunakan jaringan 2G, 3G maupun 4G. “Singkatnya, siapa pun yang memiliki ponsel dapat menerima pesan 5G,” katanya.
Jianshun menyampaikan, platform perpesanan 5G berbeda dengan aplikasi seperti WhatsApp. “Kenapa? Perpesanan 5G lebih kredibel, mudah diakses, dan aman,” ujar dia.
Ia menilai, perpesanan 5G akan menjadi Rich Communication Service (RCS). Artinya, memberikan semua kemampuan, fungsi, dan kemudahan penggunaan layanan over the top (OTT) seperti WhatsApp, tanpa perlu mengunduh atau berlangganan aplikasi baru.
Di satu sisi, RCS berjuang untuk benar-benar lepas landas meskipun telah ada sejak 2000-an. Kini, kehadiran 5G dinilai bakal memberikan kehidupan baru bagi teknologi RCS.
Beberapa ahli dan penelitian memperkirakan bahwa pasar RCS berkembang dari US$ 1,9 miliar pada 2019 menjadi US$ 3,9 miliar lima tahun ke depan. Artinya, tingkat pertumbuhan tahunan sekitar 15%.
“Memang, operator besar dunia, termasuk ATT, T-Mobile, dan Jio, semuanya menggunakan RCS sebagai sistem perpesanan generasi berikutnya,” kata dia.
Ia menjelaskan, RCS bergantung pada perangkat dan operator. Sistem memungkinkan operator menerima komunikasi tingkat lanjut yang mengarah ke kecepatan yang lebih tinggi dan pengalaman pengguna yang superior, jika dibandingkan dengan SMS.
RCS berupa perpesanan 5G akan membuat komunikasi modern dapat diakses oleh masyarakat di perdesaan hingga yang orang tua yang kesulitan menggunakan aplikasi canggih.
Bahkan, perpesanan 5G dinilai bakal membantu komunikasi darurat. “Setelah beberapa skenario bencana, komunikasi antar-daerah yang terkena bencana dan mereka yang dapat membantu, akan meningkat secara dramatis,” ujar Jianshun.