6 Aturan Baru Cina Tekan Raksasa Teknologi Alibaba hingga Tencent

Fahmi Ahmad Burhan
13 September 2021, 14:40
cina, alibaba, tencent, tiktok, raksasa teknologi
ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter
Presiden Cina Xi Jinping tiba pada upacara penyerahan medali untuk pejabat tinggi nasional dan asing pada kesempatan peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China di Balai Agung Rakyat di Beijing, China, Minggu (29/9/2019).

Pemerintah Cina mengeluarkan serangkaian aturan yang menyasar raksasa teknologi seperti Alibaba, Tencent, dan TikTok. Beberapa perusahaan diminta merombak bisnis hingga menunda pencatatan saham perdana alias IPO.

Beijing mulai memperketat pengawasan terhadap raksasa teknologi, setelah Jack Ma berkomentar perihal kebijakan keuangan pemerintah Cina pada November 2020. Pendiri Alibaba ini pun langsung dipanggil oleh pemerintah Tiongkok.

Setelah itu, perusahaan afiliasi Alibaba di bidang teknologi finansial (fintech) Ant Group diminta menunda IPO dan merombak bisnis. Sedangkan Jack Ma hanya muncul tiga bulan sekali ke publik.

Sejak itu, pemerintah Cina menerbitkan setidaknya enam aturan yang membidik raksasa teknologi. Keenam regulasi ini di antaranya:

1. Aturan baru anti-monopoli

Pemerintah Cina membuat aturan anti-monopoli khusus untuk perusahaan teknologi dalam negeri pada November 2020. Setelah regulasi ini dirilis, Badan Regulasi Pasar Tiongkok atau SAMR mendenda sejumlah perusahaan seperti Alibaba dan Tencent.

Pada Maret, regulator mendenda anak usaha Alibaba di bidang kebutuhan pokok atau groseri Nice Tuan dan anak usaha Tencent Shixianghui. Ini karena dianggap melanggar peraturan soal harga.

Kemudian pada Mei, otoritas mendenda pengembang aplikasi pendidikan Zuoyebang dan Yuanfudao. Zuoyebang didanai oleh Alibaba, sementara Yuanfudao didukung Tencent. Keduanya didenda masing-masing 2,5 juta yuan atau Rp 5 miliar.

Berdasarkan data Statista pada 2019, Tmall milik Alibaba menguasai pangsa pasar 50,1% penjualan e-commerce Cina. Perusahaan yang berdiri pada 1999 ini awalnya hanya e-commerce. Kini bisnisnya menggurita ke banyak sektor seperti keuangan, media digital hingga komputasi awan (cloud).

Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin Tiongkok (CCDI) mengatakan, kampanye anti-monopoli berkelanjutan dari Beijing itu akan berdampak negatif pada perusahaan teknologi dalam jangka pendek. "Tapi akan menjadi pilihan terbaik dalam jangka panjang," kata CCDI dikutip dari South China Morning Post, akhir pekan lalu (12/9).

2. Aturan terkait kredit mikro berbasis digital

Regulator keuangan Tiongkok menerbitkan aturan baru terkait kredit mikro berbasis digital pada November 2020. Otoritas mewajibkan fintech, seperti Ant Group, untuk mengajukan izin dan memiliki dana cadangan yang cukup.

Otoritas juga mewajibkan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) untuk mendanai setidaknya 30% dari pinjaman yang mereka tawarkan dalam kemitraan dengan bank. Ini untuk mengurangi risiko di sektor keuangan negara.

3. Membatasi anak bermain gim

Pemerintah Cina mengeluarkan aturan yang membatasi anak di bawah umur untuk bermain gim. Di bawah regulasi ini, pemain (gamer) muda hanya boleh bermain game online satu jam pada Jumat – Minggu dan hari libur.

Berdasarkan aturan yang diterbitkan oleh Administrasi Pers dan Publikasi Nasional, pengguna di bawah 18 tahun hanya dapat bermain game selama Pukul 8 - 9 malam waktu setempat pada hari-hari tersebut. 

Perusahaan game online akan dilarang memberikan layanan kepada anak di bawah umur dalam bentuk apa pun di luar jam tersebut. Selain itu, “korporasi perlu memastikan bahwa mereka menerapkan sistem verifikasi nama asli,” kata regulator dikutip dari The Guardian, bulan lalu (31/8)

Administrasi Pers dan Publikasi Nasional mengatakan kepada Xinhua bahwa mereka akan meningkatkan frekuensi dan intensitas inspeksi kepada perusahaan game online. Ini untuk memastikan mereka menerapkan batas waktu dan sistem anti-kecanduan bermain game. 

“Aturan itu bertujuan secara efektif melindungi kesehatan fisik dan mental anak di bawah umur,” ujar regulator. “Mendesak perusahaan gim Cina untuk selalu memprioritaskan kebaikan sosial dan secara aktif menanggapi masalah masyarakat.”

4. Melarang konten yang menampilkan laki-laki feminin di platform Video on-Demand (VoD) dan media sosial

Pemerintah Cina memerintahkan perusahaan gim untuk menghapus konten yang dianggap menonjolkan laki-laki berpenampilan feminin. Beijing ingin meluruskan budaya anak muda, cita-cita gender, dan jangkauan teknologi yang luas.

Selain untuk konten game, regulator melarang siaran selebriti di internet yang dianggap vulgar dan pria berpenampilan feminin. Ini termasuk di platform streaming film (VoD) dan media sosial.

“Pentingnya memperbaiki perilaku yang melanggar hukum dan tidak bermoral dari selebriti dan menegakkan standar industri,” kata Administrasi Radio dan Televisi Nasional, dikutip dari CNN Internasional, pekan lalu (6/9).

5. Melarang fan ‘mengejar bintang’ secara tidak rasional

Administrasi Radio dan Televisi Nasional Tiongkok mengeluarkan aturan tentang perlunya mengelola ‘kekacauan klub penggemar’. Media sosial asal Tiongkok, Weibo pun menangguhkan 21 akun penggemar atau fanbase K-pop seperti BTS, Blackpink, EXO, NCT, dan penyanyi IU dalam sebulan.

Alasannya, “ada perilaku ‘mengejar’ bintang yang tidak rasional,” kata Weibo dikutip dari CNN Internasional, pekan lalu (6/9).

Weibo juga mengatakan, perusahaan menentang perilaku 'mengejar' bintang yang tidak rasional dan akan menanganinya dengan serius. “Kami berjanji untuk mempromosikan kegiatan ‘mengejar’ bintang yang rasional dan mengatur ketertiban masyarakat,” kata penyedia media sosial asal Cina ini. 

6. Redistribusi kekayaan era baru

Presiden Tiongkok Xi Jinping berjanji akan mendistribusikan kembali kekayaan di Cina. Salah satu sektor yang menjadi sasaran yakni raksasa teknologi, seperti Alibaba dan Tencent.

Para bos perusahaan teknologi Cina seperti Jack Ma dan Pony Ma termasuk warga terkaya. Berdasarkan laporan dari Bloomberg Billionaires Index, bos Alibaba memiliki kekayaan bersih US$ 47,8 miliar atau Rp 685 triliun.

Sedangkan bos Tencent Pony Ma US$ 45,8 miliar atau Rp 656 triliun.

Menurut penulis buku The Myth of Chinese Capitalism Dexter Roberts, upaya baru dari Xi Jinping juga akan membuat dua raksasa teknologi asal Tiongkok itu semakin tertekan.
"Tindakan keras peraturan baru-baru ini juga mengirimkan pesan mengerikan kepada pebisnis Tiongkok," katanya dikutip dari Financial Times, bulan lalu (29/8).

Dosen senior di fakultas hukum transnasional Universitas Peking, Ma Ji menilai, Beijing ingin mempromosikan pengembangan teknologi. “Tetapi pada saat yang sama, mencegah penyalahgunaan kekuatan data oleh pihak swasta dan memastikan keamanan nasional, dibuat berbagai aturan," ujarnya.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...