Facebook Inc. Resmi Berganti Nama Menjadi Meta, Fokus pada Metaverse
Facebook Inc. kini telah resmi berganti nama menjadi Meta. Perubahan nama ini merupakan cara Facebook agar lebih dikenal sebagai perusahaan 'metaverse', sebuah lingkungan virtual bersama yang diproyeksikan menjadi penerus internet seluler.
CEO Meta, Mark Zuckerberg mengumumkan secara langsung pergantian nama ini dalam acara konferensi tahunan Connect pada Kamis (28/10). Ia mengatakan bahwa Meta mencerminkan fokus perusahaan yang berinvestasi pada metaverse. Adapun platform media sosialnya tetap menggunakan nama Facebook.
"Saat ini, merek kami terkait erat dengan satu produk sehingga tidak mungkin mewakili semua yang kami lakukan hari ini, apalagi di masa depan,” kata Zuckerberg seperti dikutip Reuters, Jumat (29/10).
Di akun Instagram miliknya @zuck, ia juga memposting sebuah foto dengan tampilan nama dan logo Meta. "Hello, Meta," kata Zuckerberg di akun Instagram pada Kamis (28/10).
Dia menjelaskan nama baru yang berasal dari kata Yunani yang berarti untuk “melampaui”, melambangkan selalu ada lebih banyak untuk dibangun. Nama baru itu juga mencerminkan bahwa seiring waktu, pengguna tidak perlu menggunakan Facebook untuk menggunakan layanan perusahaan lainnya.
"Kami pada dasarnya bergerak dari Facebook sebagai perusahaan media sosial menjadi perusahaan 'metaverse' pertama," katanya dikutip dari The Verge.
Seiring pergantian nama ini, Meta akan menggunakan kode saham baru, MVRS, mulai 1 Desember 2021. Pada Kamis (28/10), perusahaan telah meluncurkan logo baru di kantor pusatnya di Menlo Park, California, menggantikan ikon ibu jarinya dengan bentuk infinity biru.
Meski berganti nama dan akan menyatukan berbagai aplikasi dan teknologi besutannya di bawah satu merek baru, struktur perusahaan disebut tidak akan berubah.
Meta telah banyak berinvestasi dalam augmented reality dan virtual reality. Pekan lalu (17/10), Facebook sebelum berganti nama, mengumumkan akan membuka 10.000 lowongan pekerjaan baru di Eropa terkait metaverse. Ribuan tenaga kerja itu nantinya yang akan menjadi pendorong pasar metaverse di Eropa.
Selain merekrut banyak tenaga kerja, Facebook juga menyiapkan akses ke pasar konsumen hingga pusat penelitian yang menunjang metaverse. Perusahaan juga baru-baru ini mengumumkan investasi US$ 50 juta untuk proyek pengembangan metaverse.
Pada Agustus lalu, raksasa teknologi asal AS itu meluncurkan aplikasi terkait metaverse bernama Horizon Workrooms. Berdasarkan pengujian, pengguna menggunakan headset Oculus Quest 2 untuk menggelar berbagai pertemuan virtual. Nantinya, peserta hadir dalam versi avatar.
Memperbaiki Citra Buruk
Sedangkan, dengan perubahan nama menjadi Meta, Facebook juga ingin memperbaiki citra. Sebab, sebagai perusahaan media sosial, Facebook banyak menghadapi kritik.
Profesor pemasaran di University of Leeds Shankha Basu mengatakan, nama baru sebagai induk perusahaan nantinya akan memberikan kesan yang lebih baik. "Memiliki merek induk yang berbeda akan menjaga agar asosiasi negatif ini tidak dialihkan ke merek baru, atau merek lain yang ada dalam portofolio," katanya.
Beberapa pekan terakhir, Facebook memang telah menghadapi kritik menyusul laporan dari Wall Street Journal berdasarkan dokumen internal yang diberikan oleh mantan karyawannya Frances Haugen. Laporan ini menunjukkan bahwa Instagram dapat memiliki efek negatif bagi kesehatan mental anak muda.
Haugen bersaksi di depan Kongres pada dua pekan lalu (5/10) mengenai laporan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa raksasa teknologi itu memanfaatkan algoritme untuk menghasilkan banyak konten ujaran kebencian yang disukai oleh pengguna.
Ia mengklaim, algoritme yang diluncurkan pada 2018 itu mengatur konten yang dilihat oleh pengguna pada platform yang dikelola Facebook. Algoritme akan mendesain sedemikian rupa guna mendorong keterlibatan orang di platform tersebut.
Tidak hanya Haugen, mantan data scientist Facebook Sophie Zhang juga mengungkap kebobrokan Facebook. Zhang mengatakan Facebook memecat dirinya tahun lalu setelah tiga tahun bekerja. Zhang menyampaikan, ia dipecat karena masalah kinerja.
Ketika dipecat oleh Facebook, ia menulis memo dan memerinci apa yang dilakukan oleh perusahaan selama ini. Memo itu pertama kali dilaporkan tahun lalu oleh BuzzFeed News dan kemudian menjadi sumber serangkaian laporan The Guardian.
Menurut memo tersebut, Facebook tidak berbuat cukup dan terkesan membiarkan konten ujaran kebencian serta hoaks berseliweran di platform, terutama di negara berkembang.
Perubahan nama ini merupakan rebranding yang signifikan untuk Facebook, tetapi bukan yang pertama. Pada 2019 Facebook meluncurkan logo baru untuk membuat perbedaan antara perusahaan dan aplikasi sosialnya.
Reputasi perusahaan besutan Mark Zuckerberg ini mendapat banyak pukulan dalam beberapa tahun terakhir, terkait penanganan data pengguna dan penyalahgunaan kebijakan dan penyebaran berita bohong atau hoaks, seperti informasi yang salah tentang kesehatan, retorika kekerasan, dan ujaran kebencian.
"Meskipun akan membantu mengurangi kebingungan dengan membedakan perusahaan induk Facebook dari aplikasi pendirinya, perubahan nama tidak tiba-tiba menghapus masalah sistemik yang mengganggu perusahaan," kata Direktur Riset di firma riset pasar Forrester Mike Proulx.
Profesor pemasaran di Georgetown University McDonough School of Business, Prashant Malaviya mengatakan rencana untuk menghapus nama Facebook menunjukkan bahwa perusahaan ingin mencegah pengawasan ekstra dari otoritas tidak merugikan aplikasi lainnya. "Tanpa ragu, (nama Facebook) pasti rusak dan beracun," katanya.