6G Cina 100 Kali Lebih Cepat dari 5G, Amerika Bakal Rugi Besar?
Peneliti Cina menyatakan telah mencapai rekor kecepatan streaming data menggunakan 6G. CEO Ericsson Börje Ekholm menilai, negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa rugi, jika Tiongkok membuat standardisasi 6G.
Para peneliti di Cina menguji coba 6G dengan kecepatan transmisi data 1 terabye (TB) dalam satu detik. Ini 100 kali lebih cepat ketimbang 5G.
Tim peneliti itu dipimpin oleh Profesor Zhang Chao, dari sekolah teknik kedirgantaraan di Universitas Tsinghua di Beijing.
Mereka membuat jalur komunikasi nirkabel eksperimental di kompleks Olimpiade Musim Dingin Beijing bulan lalu. Infrastruktur ini dapat mengalirkan lebih dari 10 ribu umpan video langsung berkualitas baik atau HD secara bersamaan.
“Ini dimensi baru transmisi nirkabel", kata Zhang dan kolaboratornya dari Universitas Shanghai Jiao Tong dan China Unicom dalam pernyataan resmi, dikutip dari South China Morning Post (SCMP), akhir pekan lalu (10/2).
Mereka mengatakan, eksperimen itu menunjukkan bahwa Cina memimpin dunia dalam penelitian tentang 6G. Ini dianggap sebagai teknologi kunci yang potensial.
Zhang menjelaskan, perangkat seluler yang ada saat ini menggunakan gelombang elektromagnetik yang menyebar seperti riak di kolam. Naik turunnya gelombang ini, dari sudut pandang matematis, hanya memiliki dua dimensi.
Sedangkan pusaran gelombang elektromagnetik yang diuji coba terkait 6G, memiliki bentuk tiga dimensi atau seperti angin puting beliung. Gelombang ini meningkatkan bandwidth komunikasi secara besar-besaran.
Potensi putaran gelombang radio pertama kali dilaporkan oleh fisikawan Inggris John Henry Poynting pada 1909. Tetapi pemanfaatannya belum terbukti.
Kemudian, para peneliti di Eropa melakukan eksperimen komunikasi paling awal menggunakan gelombang pusaran pada 1990-an. Pada 2020, tim di perusahaan Nippon Telegraph and Telephone di Jepang menguji coba dengan kecepatan 200 Gigabyte per detik (Gbps).
Tantangan utamanya yakni ukuran gelombang yang berputar meningkat seiring dengan jarak. Sinyal yang melemah membuat transmisi data berkecepatan tinggi menjadi sulit dilakukan.
Tim di Cina pun membangun pemancar unik untuk menghasilkan sinar pusaran yang lebih terfokus. Alat ini diklaim dapat membuat gelombang berputar dalam tiga mode berbeda untuk membawa lebih banyak informasi.
Mereka juga mengembangkan perangkat penerima berkinerja tinggi yang dapat mengambil dan memecahkan kode data dalam jumlah besar dalam satu pemisahan.
Seorang peneliti pemerintah yang mempelajari teknologi 6G di Shenzhen mengatakan, uji coba di Beijing bisa menjadi awal dari revolusi dalam teknologi komunikasi.
“Hal yang paling menarik bukan hanya tentang kecepatan. Ini tentang memperkenalkan dimensi fisik baru, yang dapat mengarah ke dunia yang sama sekali anyar dengan kemungkinan yang hampir tak terbatas,” kata peneliti.
Dia meminta untuk tidak disebutkan namanya karena terlibat dalam proyek penelitian rahasia dengan perusahaan telekomunikasi terbesar di Cina.
Meski begitu, pemerintah Cina dan industri telekomunikasi akan berfokus terutama pada penerapan massal 5G di tahun-tahun mendatang. Ini karena teknologi gelombang milimeter yang ada semakin matang dengan biaya yang semakin menurun.
Sedangkan peluncuran komersial 6G diperkirakan pada 2030. “Militer dapat mengadopsi teknologi ini lebih awal karena mereka lebih peduli pada kinerja daripada biaya,” katanya.
6G Cina Akan Kalahkan Amerika?
Amerika Serikat dan Jepang mengumumkan program US$ 4,5 miliar pada April 2021 sebagai upaya bersama untuk melawan kemajuan pesat Cina dalam teknologi 6G.
Survei Nikkei dan perusahaan riset Cyber Creative Institute yang berbasis di Tokyo pada September 2021 menunjukkan, Cina memiliki lebih dari 40% pengajuan paten 6G dunia. Sedangkan AS 35%, Jepang 10%, Eropa 9%, dan Korea Selatan 4%.
CEO Ericsson Börje Ekholm pernah mengatakan, negara-negara Barat seperti AS dan Eropa rugi jika Cina membuat standardisasi 6G sendiri. Menurutnya, Tiongkok akan membentuk ekosistem teknologi khusus.
“Ekosistem Cina akan menjadi pesaing tangguh bagi Barat,” kata Ekholm dalam wawancara eksklusif dengan Light Reading dikutip dari Telecoms, tahun lalu (25/8/2021).
Menurutnya Cina memiliki keunggulan dari sisi riset dan pengembangan (R&D) bidang teknologi telekomunikasi. “Meskipun investasi 5G kuat di AS, kurang jelas apakah ekosistem Barat akan mengikuti pengeluaran R&D yang besar di Asia, khususnya Cina,” kata Ekholm.
Pemisahan ekosistem teknologi antara AS dan Cina pun tengah terjadi. AS melarang vendor telekomunikasi Tiongkok, seperti Huawei, di banyak pasar. Negeri Paman Sam juga membujuk Eropa melakukan hal serupa.
Hal itu berdampak juga ke Ericsson, yang pangsa pasarnya menurun di Cina. Ini karena Swedia memblokir jaringan 5G Huawei.
Meskipun di satu sisi, Ericsson bisa menggaet lebih banyak pasar di Eropa dan AS yang ditinggal oleh Huawei.