Dituding Lakukan Monopoli di Afsel, Induk Facebook Terancam Denda
Induk Facebook, Meta menghadapi tuntutan dari komisi persaingan usaha Afrika Selatan atas dugaan tindakan monopoli. Komisi merekomendasikan agar Meta didenda 10% dari omset lokalnya.
Komisi persaingan usaha di Afrika Selatan mulai menyelidiki tindakan monopoli Meta sejak Maret 2021. Mereka menuduh perusahaan yang dibentuk Mark Zuckerberg itu telah mengancam pemblokiran startup pemerintah lokal GovChat dari layanan WhatsApp Business API pada Juli 2020.
GovChat sendiri didirikan pada 2018 dan mengoperasikan platform keterlibatan warga dengan menggunakan API WhatsApp Business. Tujuannya untuk memfasilitasi komunikasi secara real-time.
Platform tersebut menjadi sumber peringatan dan keluhan tentang masalah sipil, seperti lubang di jalan, jaminan sosial, termasuk untuk dukungan darurat selama pandemi Covid-19. Platform ini memiliki 8,7 juta pengguna aktif dan telah memproses lebih dari 582 juta pesan, sesuai data pemerintah.
Namun, komisi mengatakan bahwa Meta memberlakukan pembatasan yang tidak adil pada penggunaan data GovChat di WhatsApp Business API. Meta juga mengatur sedemikian rupa syarat dan ketentuan pada akses WhatsApp Business API.
"Ini untuk melindungi Facebook dari persaingan potensial, seperti yang disajikan oleh GovChat dan data besar yang dapat dikumpulkannya," kata komisi dikutip dari TechCrunch pada Selasa (15/3).
Atas dugaan monopoli itu, komisi kemudian merekomendasikan agar Meta diharuskan membayar hukuman maksimal berupa denda 10% dari omset lokal. Namun Meta membantah tindakan monopoli itu di Afrika Selatan.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Meta telah mencoba untuk mengecualikan perusahaan mana pun dari pasar atau terlibat dalam perilaku anti persaingan," bunt pernyataan perusahaan tersebut.
Meta juga mengakui kebenaran upaya pemblokiran GovChat. Namun, alasannya bisnis GovChat telah melanggar persyaratan yang ditetapkan saat mendaftarkan organisasi ke WhatsApp Business API.
"Ini diperlukan untuk semua organisasi yang ingin menggunakan layanan kami dan berarti kami mengetahui siapa yang menggunakan layanan kami serta harus menyetujui praktik privasi kami," kata Meta.
Juru bicara WhatsApp di Afrika Selatan juga mengatakan bahwa GovChat telah berulang kali menolak untuk mematuhi kebijakan perusahaan. Padahal, kebijakan itu dirancang untuk melindungi warga negara dan informasi mereka.
"GovChat lebih memilih untuk memprioritaskan kepentingan komersialnya sendiri daripada publik. Kami akan terus membela WhatsApp dari penyalahgunaan dan melindungi pengguna kami," kata juru bicara WhatsApp.
Tidak hanya di Afrika Selatan, Meta memang kerap menjadi sasaran pengawasan untuk tindakan monopoli. Pekan lalu, Komisi Eropa juga membuka penyelidikan anti-monopoli formal untuk menilai apakah kesepakatan antara Meta dan Google.
Sebelumnya, Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (AS) menuntut Meta atas tindakan monopoli ilegal. Komisi menuduh bahwa raksasa media sosial itu telah secara ilegal mempertahankan tindakan monopoli, seperti akuisisi Instagram dan WhatsApp pada hampir satu dekade lalu.