Iklan YouTube Turun, Laba Induk Google Anjlok Lebih Dari Rp 14,4 T
Induk Google, Alphabet mencatatkan penurunan laba lebih dari US$ 1 miliar atau Rp 14,4 triliun pada kuartal pertama tahun ini. Penyebabnya, bisnis iklan YouTube dan saham Google di sejumlah perusahaan jeblok.
Dalam laporan keuangannya, Alphabet telah mencatatkan peningkatan pendapatan 23% secara tahunan menjadi US$ 68 miliar pada kuartal pertama tahun ini. "Namun, laba bersih Alphabet turun," demikian dikutip dari Business Insider pada Rabu (27/4).
Alphabet hanya mencatatkan laba US$ 16,4 miliar atau Rp 236 triliun pada kuartal pertama tahun ini. Angkanya turun dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang mencapai US$ 17,9 miliar atau Rp 258 triliun.
Penyebab turunnya laba Alphabet salah satunya adalah kinerja kurang memuaskan bisnis periklanan di YouTube. Meskipun pendapatan iklan YouTube naik 20% menjadi US$ 6,86 miliar atau Rp 98 triliun, namun angkanya melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 30%.
YouTube mengatakan, konflik antara Rusia dan Ukraina mendorong beberapa pengiklan di Eropa menarik kembali iklannya di YouTube. Google memang menghentikan bisnis di Rusia yang menyumbang sekitar 1% dari total pendapatannya pada 2012.
Meski begitu, CEO Alphabet Sundar Pichai mengatakan pihaknya terus menggenjot bisnis iklan di YouTube. "Kami mendukung komunitas pembuat konten, pengiklan, dan pemirsa kami. Dengan lebih dari 2 miliar pengguna yang masuk setiap bulan, kami berada di posisi yang tepat untuk melakukan ini," kata Pichai.
Selain karena bisnis iklan, laba Alphabet turun karena investasinya di sejumlah perusahaan jeblok. Alphabet telah mengumumkan bahwa mereka memegang saham perusahaan berbagi tumpangan (ride-hailing) Lyft dan perusahaan keamanan gedung ADT. Sedangkan, keduanya telah mencatatkan harga saham yang jatuh di pasar.
Di sisi lain, Alphabet masih mencatatkan kinerja moncer untuk bisnis komputasi awan (cloud). Google Cloud telah melaporkan peningkatan pendapatan 44%. Kerugian pun menyempit menjadi US$ 931 juta atau Rp 13 triliun pada kuartal pertama 2022 dibandingkan dengan US$ 974 juta atau Rp 14 triliun tahun sebelumnya.