Rusia Denda Google Rp 5,6 Triliun karena Konten soal Perang di Ukraina
Rusia mendenda Google 21,1 miliar rubel atau sekitar Rp 5,6 triliun. Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini dianggap gagal membatasi akses ke konten ‘terlarang’ tentang perang di Ukraina.
Regulator komunikasi Rusia Roskomnadzor mengatakan, konten tentang perang di Ukraina itu termasuk laporan ‘palsu’. Unggahan ini dianggap mendiskreditkan militer Rusia.
Otoritas menduga konten itu diunggah untuk mendorong banyak orang memprotes tindakan Rusia di Ukraina.
“Raksasa teknologi AS itu melanggar hukum secara sistematis,” kata Roskomnadzor dikutip dari BBC, Selasa (19/7).
“Denda itu menandai hukuman terbesar yang pernah dikenakan pada perusahaan teknologi di Rusia,” menurut media pemerintah.
Perusahaan lokal di Rusia, yang didukung Google pun menyatakan pailit bulan lalu. Ini dilakukan setelah pihak berwenang Moskow menyita rekening bank lokal mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia meningkatkan tekanan terhadap perusahaan teknologi. Pemerintah di negara ini juga menuduh mereka tidak memoderasi konten dengan benar, dan ikut campur dalam urusan internal negara.
Rusia juga mengeluarkan undang-undang yang mengancam orang-orang yang menyebarkan informasi ‘palsu’ tentang perang di Ukraina. Pelanggar dapat dikenakan hukuman 15 tahun penjara.
Pada Maret, Google berhenti menawarkan layanan komersial di Rusia, seperti periklanan. Perusahaan juga meningkatkan pembatasan untuk akun berita yang didukung oleh Rusia.
Namun, tidak seperti beberapa situs media sosial lainnya seperti Facebook, Google belum sepenuhnya dilarang di Rusia. Sebab, ada banyak pengguna yang mengandalkan layanannya.
Induk Google, Alphabet mengatakan bahwa keputusan untuk terus menawarkan layanan pencarian atau browser, peta, dan YouTube memberi Rusia akses ke informasi dan perspektif global.