Ini Cara India dan Kanada Atasi Masalah Kebocoran Data Pribadi
Kasus kebocoran data tak hanya marak terjadi di Indonesia, melainkan juga sejumlah negara dari berbagai penjuru dunia. Dalam pertemuan Digital Economy Working Group (DEWG) G20 yang keempat di Bali, delegasi dari India dan Kanada membeberkan masing-masing cara untuk mengatasi kebocoran data pribadi di negaranya.
Pertama, memiliki tim pencari kebocoran data. Tim ini merupakan bagian dari Kementerian Elektronik dan Teknologi Informasi India yang bertugas untuk menelusuri kebocoran data di suatu instansi di negara tersebut.
Sama seperti India, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga berkolaborasi dengan sejumlah instansi, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri, untuk menelusuri berbagai kasus kebocoran data di tanah air.
Wakil Sekretaris Kementerian Hubungan Luar Negeri India, Naman Upadhyaya, mengatakan, kasus kebocoran data memang cenderung meningkat semenjak pandemi Covid-19. “Jadi, kami menjadi semakin fokus pada keamanan dunia maya dan kami memiliki ekosistem untuk itu,” ujar Naman di sela-sela pertemuan DEWG yang keempat di Nusa Dua, Bali, Selasa (30/8).
Kedua, memiliki aturan yang mengatur data pribadi. Dalam hal ini, pemerintah Kanada telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi dan Dokumen Elektronik (PIPEDA).
Aturan ini mengatur bagaimana perusahaan bisnis mengumpulkan dan menggunakan data pribadi konsumen di Kanada. Regulasi tersebut mulai berlaku sejak tahun 2000, jauh lebih awal dari undang-undang privasi lainnya seperti Regulasi Umum Perlinfungan Data (GDPR) yang berlaku di Uni Eropa sejak 2018.
Direktur Urusan Internasional dan Kebijakan Perdagangan Inovasi, Sains,dan Pengembangan Ekonomi Kanada, Iyad Dakka, mengatakan, regulasi mengenai data pribadi tersebut tak hanya memperkuat perlindungan data pribadi warga negaranya dari kasus kebocoran data pribadi saja. Melainkan juga sebagai fondasi untuk membangun sektor ekonomi digital.
“Kami sudah memiliki kebijakan regulasi yang sangat kuat di Kanada untuk mendorong keamanan data (di negara kami). Jadi kami melanjutkan hal itu (regulasi) sebagai hal yang fundamental bagi kami,” ujar Iyad pada kesempatan yang sama.
Adapun di Indonesia, Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) baru akan masuk ke sidang paripurna pada pekan depan. Jika aturan ini sudah disahkan pemerintah, diharapkan dapat membentengi kebocoran data di tanah air.
Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan mengatakan, bahwa pembahasan UU Perlindungan Data Pribadi masuk proses edit gramatikal draf pada hari ini (30/8). “Masuk Tim Perumus dan Sinkronisasi dan harmonisasi, sudah tidak ada hal substantif lagi,” kata Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi kepada Katadata.co.id, Selasa (30/8). “Semoga minggu depan sudah bisa diparipurnakan di DPR.”
Berdasarkan laporan Verizon bertajuk “DBIR: 2022 Data Breach Investigations Report”, terdapat 23.896 insiden kasus kebocoran data di seluruh dunia selama tahun lalu. Di mana sebanyak 5.212 kasus di antaranya merupakan pelanggaran yang dikonfirmasi.
Salah satu sektor yang rawan mengalami kebocoran data menurut laporan Verizon adalah sektor administrasi publik yakni mencapai 11,67%. Diikuti oleh sektor keuangan sebanyak 10,57%.