Menilik Kesiapan e-Voting Pemilu 2024, Ini Kelebihan dan Tantangannya
Indonesia akan melaksanakan pemilihan umum atau pemilu serentak pada 2024. Menjelang pesta demokrasi tersebut, muncul opsi untuk melakukan pemilu elektonik atau e-voting di Indonesia.
Sejumlah pakar digital menanggapi peluang Indonesia untuk melakukan e-voting, khususnya pada 2024.
Co-Founder dan CEO VIDA, Sati Rasuanto, mengatakan bahwa penerapan pemilu secara teknologi bisa saja dilakukan. Namun, proses persiapan e-voting membutuhkan waktu yang panjang karena jumlah pemilih yang sangat banyak.
Sati mengatakan bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk menerapkan teknologi e-voting. Namun demikian, tantangan terbesar adalah mengedukasi 200 juta orang untuk gunakan sistem e-voting dengan baik dan benar.
"Itulah challenge utamanya, bukan di teknologinya," kata Sati dalam acara berrbincang ekslusif dengan Co-founders VIDA, di Jakarta, Senin (24/10).
Sebelum menerapkan sistem e-voting, Santi mengatakan, perlu adanya literasi digital bagi masyarakat Indonesia. Proses literasi tersebut memerlukan waktu yang panjang.
"Apakah proses literasi itu cukup jika dilakukan dalam satu tahun ke depan saja?," ujarnya.
Selain itu, sistem ini juga berpotensi menimbulkan rasa skeptis masyarakat terhadap penghitungan suara. "Nanti orang percaya nggak bahwa suaranya terhitung? Karena ini bicara soal literasi digital dan adaptasi," kata Sati.
Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, mengatakan hal senada. Menurutnya, edukasi e-voting tidak mudah.
"Secara teknologi ini sudah pernah diimplementasikan di negara-negara lain. Kita juga harus realistis dari sisi jangka waktu yang dibutuhkan," kata Niki.
Keunggulan e-voting
Sebelumnya, Kementerian Kominfo mengusulkan untuk menerapkan e-voting atau pemilihan elektronik pada pemilu 2024. Usulan tersebut mendapatkan dukungan dari Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII).
APJII menilai e-voting dapat jauh lebih transparan dibandingkan cara pemilihan konvensional.
"Selain itu, prosesnya juga lebih cepat dalam rekapitulasi suara,” ujar Ketua APJII Muhammad Arif lewat siaran persnya pada Maret 2022.
Dia mengatakan, e-voting juga mencegah terjadinya kasus petugas tempat pemungutan suara (TPS) yang kelelahan hingga meninggal dunia seperti pemilu 2019.
Pada 2020, hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan bahwa sebanyak 33,1% responden menilai sebaiknya proses pemilihan dilakukan secara elektronik (e-voting). Namun demikian, sebanyak 57,2% masih memilih untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Survei tersebut diselenggarakan pada 24 hingga 30 September 2020 dengan melibatkan 1.200 responden. Responden ini dipilih secara acak dengan margin of error sekitar kurang lebih 2,9% dan tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.