Guru dan Dosen Bisa Deteksi Tugas Dikerjakan Oleh ChatGPT
ChatGPT buatan Open AI marak digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah atau kuliah. Namun dosen dan guru bisa mendeteksi apakah tugas dikerjakan menggunakan ChatGPT atau mesin kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) lainnya.
Mahasiswa Princeton Edward Tian membuat GPTZero untuk mendeteksi hal itu. “Saya menghabiskan Tahun Baru membangun GPTZero,” kata Edward melalui Twitter, pekan lalu (3/1).
I spent New Years building GPTZero — an app that can quickly and efficiently detect whether an essay is ChatGPT or human written— Edward Tian (@edward_the6) January 3, 2023
GPTZero merupakan aplikasi yang dapat dengan cepat dan efisien mendeteksi apakah teks merupakan karya ChatGPT atau buatan manusia.
“Pikirkan apakah guru sekolah menengah ingin siswa menggunakan ChatGPT untuk menulis esai sejarah? Sepertinya tidak,” katanya.
Edward mengatakan bahwa ada begitu banyak hype ChatGPT. Oleh karena itu, menurutnya setiap orang berhak tahu apakah suatu teks dikerjakan oleh ChatGPT atau betul-betul hasil karya seseorang.
Ia pun berterima kasih kepada para pengguna GPTzero versi beta. “Hari yang lalu, lebih dari 4.000 orang mendaftar untuk versi beta (melalui substack),” kata Edward, Kamis (5/1).
Lebih dari 10.000 orang telah mencoba dan menguji GPTzero versi Streamlit.
Cara memakai GPTZero sebagai berikut:
- Salin (copy) teks yang ingin diuji
- Masuk ke aplikasi GPTZero
- Tempel (paste) teks pada kolom teks
- Tunggu beberapa saat hingga menampilkan analisis teks
- Gulir halaman hingga paling bawah
- Klik “Get GPTZero Result” untuk mengetahui hasil identifikasi apakah teks buatan AI atau tidak.
Bulan lalu, profesor perguruan tinggi di South Carolina menemukan siswa menggunakan ChatGPT untuk menulis esai kelas filsafat.
Asisten profesor filsafat Universitas Furman Darren Hick mengatakan akademisi tidak mengira teknologi ini akan dipakai dalam mengerjakan tugas. “Jadi kami agak dibutakan olehnya,” katanya kepada The New York Post, bulan lalu.
Hick meminta mahasiswa menulis esai 500 kata tentang filsuf abad ke-18 David Hume dan paradoks horor. Kemudian ia mendeteksi satu tugas yang menampilkan beberapa tanda yang ‘menandai’ penggunaan AI.
“Ini gaya yang bersih, tapi itu bisa dikenali,” katanya. “Ada kata-kata aneh yang digunakan. Tidak salah, tetapi aneh.”
Namun, Hick tidak dapat membuktikan bahwa makalah milik siswa tersebut dibuat oleh ChatGPT. Ia memasukkan teks pelajar itu ke perangkat lunak (software) yang dibuat oleh produsen ChatGPT untuk menentukan apakah tanggapan tertulis ini dibuat oleh AI.
Hasilnya, 99,9% cocok. Tetapi tidak seperti perangkat lunak pendeteksi plagiarisme standar, perangkat lunak ini tidak menawarkan kutipan.
Hick kemudian mengajukan pertanyaan ke ChatGPT yang kemungkinan diajukan oleh muridnya. Hasilnya, mirip dengan yang diserahkan oleh pelajar.
Siswa tersebut pun dianggap gagal dalam mengerjakan tugas.
Hick khawatir kasus lain mungkin sulit dibuktikan. Hal ini akan membuat para akademis menghadapi maraknya plagiat.