Kominfo Ungkap Peluang Atur Kecepatan Internet Minimal 100 Mbps
Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika mengkaji aturan yang melarang penyedia layanan fixed broadband menyediakan kecepatan internet di bawah 100 Mbps. Apa tantangan dan peluangnya?
Internet fixed broadband merupakan jenis koneksi internet yang mengandalkan jaringan fiber optik. Perangkat yang terhubung ke fixed broadband biasanya melalui kabel LAN atau WiFi.
Salah satu keunggulan fixed broadband yakni kualitas jaringan internet cenderung stabil. Namun kelemahannya yakni tidak fleksibilitasnya, karena tak bisa dipindahkan secara sembarangan.
Operator seluler yang menyediakan layanan fixed broadband seperti Biznet, Indihome, XL, First Media, dan My Republic.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong menyampaikan rencana mengatur kecepatan internet minimal 100 Mbps bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kecepatan internet berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi,” kata Usman kepada media usai acara Forum Diskusi Media: AI dan Keberlanjutan Media, di Jakarta, Senin (29/1).
Menurut dia, tantangan mengatur kecepatan internet minimal 100 Mbps yakni permintaan dari masyarakat. “Butuh tidak internet cepat?” ujar Usman.
Kominfo pun akan memanggil seluruh operator seluler dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII untuk berdiskusi mengenai optimalisasi kecepatan internet menjadi minimal 100 Mbps.
“Kalau kami perhatikan, salah satu operator seluler sudah merespon secara positif,” Usman menambahkan.
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi berencana membuat kebijakan yang melarang operator seluler menjual layanan internet fixed broadband dengan kecepatan di bawah 100 Mbps.
“Internet ini merupakan kebutuhan pokok, kenapa masih menjual 5 Mbps, 10 Mbps untuk fixed internet broadband? Kenapa tidak langsung menjual 100 Mbps?” kata Budi Arie dalam keterangan pers, pekan lalu (22/1).
“Oleh karena itu, saya akan buat kebijakan untuk mengharuskan mereka menjual fixed internet broadband dengan kecepatan 100 Mbps,” Budi menambahkan.
Budi Arie pun menyebut bahwa kecepatan internet Indonesia berada di peringkat 9 dari 11 negara ASEAN. Kecepatan internet ponsel di Tanah Air hanya 24,96 Mbps dan WiFi alias fix broadband 27,87 Mbps per Desember.
“Maka kami berembuk bersama dan menemukan solusi konkret untuk mengatasi permasalahan ini,” kata Budi Arie dalam Rapat Koordinasi dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia dan Penyelenggara Layanan Telekomunikasi Seluler di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Rabu (24/1).
Budi Arie menegaskan tiga aspek penting untuk meningkatkan kecepatan akses internet melalui kesehatan industri, kualitas dan perluasan layanan, serta pertumbuhan ekonomi.
Data Direktorat Telekomunikasi Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo pada 2023, tarif efektif layanan data melalui jaringan bergerak seluler atau mobile broadband turun secara signifikan setiap tahun. Rata-rata penurunan per tahun alias CAGR selama 2017 - 2023 17,72%.
Sementara itu, proporsi beban biaya dibandingkan pendapatan operator seluler pada kuartal II 2023 berada pada kisaran 70% - 106%. “Maka, kecil peluang bagi operator seluler untuk menurunkan lagi tarif mobile broadband seperti periode sebelumnya,” kata Budi Arie.
“Penerapan tarif ke depan perlu mempertimbangkan belanja modal alias capital expenditure (capex) untuk penggelaran 5G yang besarnya beberapa kali lipat dari 4G,” Budi menambahkan.
Guna memperbaiki kualitas dan perluasan layanan, Menteri Budi Arie menekankan investasi capex yang mencukupi. Menurut dia, pembiayaan untuk capex bergantung pada profitabilitas dan model pembiayaan lain yang menjadi beban operator.
“Makin besar permintaan layanan dari pengguna diperlukan upaya untuk mengurangi beban operator agar dapat memperbaiki dan memperluas layanannya,” ujar Budi Arie.
Dari aspek pertumbuhan ekonomi, data International Telecommunication Union atau ITU pada 2022 menunjukkan, persentase tarif internet terhadap Gross National Income (GNI) per kapita di Indonesia yakni:
- Mobile Broadband atau ponsel: 1,1% yakni 2GB dibanderol US$ 3,78 atau Rp 59.854
- Fixed Broadband atau WiFi: 6,13% yakni 20 Mbps dijual US$ 20,97 atau Rp 332.052
“Hal ini berarti jika biaya yang dialokasikan masyarakat untuk membeli layanan broadband makin tinggi persentasenya, maka semakin sulit masyarakat mendapatkan layanan atau harga tidak terjangkau masyarakat,” kata Budi.