APJII NIlai IKN Tak Butuh Starlink, Lebih Cocok Pakai Fiber Optic
Satelit Starlink telah membentuk perusahaan di Indonesia dengan nama PT Starlink Services Indonesia, dan akan melakukan uji coba di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Mei 2024. Namun, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menilai IKN tidak membutuhkan Starlink.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, bahwa kejadiran starlink justru membawa terobosan-terobosan teknologi. Menkominfo menjelaskan, perusahaan milik Elon Musk ini dapat beroperasi menjalankan bisnis di Indonesia selama mematuhi peraturan yang ada.
Menurut Arie, perusahaan dalam negeri tidak seharusnya menolak selama ada kompetisi yang sehat. Selain itu, biaya langganan yang ditawarkan Starlink sendiri cukup mahal jika dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh internet service provider (ISP) atau penyedia internet yang sudah ada di Indonesia.
Menurut Ketua Umum APJII Muhammad Arif Angga, IKN lebih cocok menggunakan internet berbasis fiber optic. Sebab, IKN tidak terlalu jauh dari ibu kota provinsi, seperti Balikpapan dan Samarinda.
“Untuk mendukung smart city dan lainnya di IKN, internet berbasis fiber optic akan jauh lebih handal,” kata Arif kepada Katadata.co.id, Rabu (10/4).
Selain itu, APJII juga mendorong agar Starlink dapat bekerjasama dengan ISP lokal, terutama dalam hal pemasaran produk. Sejauh ini, Starlink masih dalam tahap diskusi terkait dengan kemungkinan kerja sama dengan ISP lokal.
Selama ini, Starlink bekerja sama dengan anak usaha Telkom yakni Telkomsat untuk menyediakan layanan internet. Namun, kini perusahaan sudah mengajukan izin ke Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kemenkominfo untuk langsung menyediakan layanan ke konsumen.
Direktur Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo Wayan Toni Supriyanto menjelaskan, Starlink dalam proses mengajukan perizinan sebagai penyelenggara layanan very small aperture terminal (VSAT) dan ISP kepada Kemenkominfo.
"Starlink telah membangun hub dan memenuhi standarisasi perangkat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika. “Jadi ada kemungkinan mereka sudah comply untuk VSAT. Untuk ISP, dia harus bekerja sama dengan network access protection atau NAP, yang mungkin belum selesai perjanjian kerja sama,” kata Wayan.
Wayan menjelaskan, Starlink akan menyasar pengguna secara langsung atau business to consumer (B2C). Namun, ini masih dalam tahap izin dan koordinasi.
Sebagai informasi, ada perbedaan kedudukan antara Starlink Global dan Starlink Indonesia, karena di Indonesia Starlink akan menjadi bagian dari penyelenggara telekomunikasi. Nantinya, sifat perusahaan ini akan sama seperti penyelenggara telekomunikasi lainnya, yakni harus membangun hub di dalam negeri.