Mantan PM Inggris Tony Blair Akan Dukung Internet Starlink di IKN
Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair melakukan pertemuan tertutup secara terpisah dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Ia akan mendukung penyediaan internet Starlink di Ibu Kota Nusantara atau IKN.
Tony Blair bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara. Kemudian bertemu dengan Prabowo di kantor Kementerian Pertahanan.
Saat bertemu Jokowi, Tony Blair membahas kerja sama proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) di IKN hingga pemanfaatan carbon storage (CCS) atau penyimpanan karbon di Indonesia.
Tony Blair juga menemui Menteri Komunikasi dan Informatika atau Kominfo Budi Arie Setiadi pada hari ini (19/4). Salah satu yang dibahas yakni Starlink milik Elon Musk.
Starlink akan menguji coba layanan internet cepat di Ibu Kota Nusantara atau IKN mulai Mei. Tony Blair Institute for Global Change atau TBI milik Tony Blair mendukung uji coba ini melalui penyediaan sejumlah perangkat Starlink yang akan terpasang di berbagai lokasi di IKN.
"Dukungan kami pada uji coba di IKN merupakan bagian dari komitmen yang lebih luas untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai bangsa digital yang maju,” kata Country Director TBI Indonesia Shuhaela Haqim di kantor Kominfo, Jakarta, Jumat (19/4).
“Dukungan TBI juga turut mencerminkan komitmen bersama untuk menerapkan solusi teknologi inovatif,” Shuhaela menambahkan. Ini bertujuan memanfaatkan penuh potensi digital Indonesia dan mempromosikan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan.
Budi mengamini dukungan TBI dalam menguji coba layanan Starlink di IKN. "Kolaborasi strategis di sejumlah area yang bertujuan mengoptimalkan teknologi dan akselerasi digital bisa mendorong Indonesia mencapai status negara berpendapatan tinggi pada 2045,” kata Budi.
Selain itu, TBI mendukung Indonesia dalam tiga hal yakni data center, starlink dan konektivitas, dan digital ID.
Kominfo juga berdiskusi dengan Founder sekaligus Executive Chairman TBI itu tentang teknologi kecerdasan buatan atau generative artificial intelligence (generatif AI). “Ada tiga hal yang penting yakni keamanan, kode etik, dan saling percaya,” katanya.
Budi menyatakan, Indonesia belum memiliki framework soal regulasi. Yang tersedia baru surat edaran mengenai etika penggunaan AI.
“Kami meminta dukungan untuk bagaimana regulasi framework bisa diberlakukan di Indonesia sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan AI depan,” ujar dia.