Amerika Sahkan UU TikTok Wajib Dijual pada 2025, Cina Tetap Menolak
Amerika Serikat mengesahkan Undang-undang atau UU yang menyerukan divestasi TikTok. Cina menyatakan tindakan ini bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang adil.
UU yang mewajibkan operasional TikTok di Amerika untuk divestasi itu disahkan pada Selasa (23/4). Amerika memberikan waktu sembilan bulan kepada induk usaha TikTok, ByteDance dengan potensi perpanjangan tiga bulan untuk menjual platform video pendek ini.
Berdasarkan UU tersebut, ByteDance harus menjual TikTok atau aplikasi ini bakal diblokir dari toko aplikasi Apple maupun Google.
UU yang sebelumnya disebut dengan regulasi untuk pelindungan warga Amerika dari aplikasi yang dikendalikan oleh musuh asing lolos pembahasan di tingkat DPR AS pada 13 Maret.
DPR AS terdiri dari 435 anggota dari berbagai distrik, bertugas meloloskan rancangan undang-undang untuk disepakati oleh Senat yang beranggotakan 100 orang. Senat memberikan suara 79 berbanding 18 untuk menyetujui UU tersebut.
Politikus AS menilai TikTok merupakan ancaman bagi keamanan Amerika, karena dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di Cina. Mereka khawatir, data pengguna di AS yang mencapai 170 juta orang akan diberikan kepada pemerintah Tiongkok.
Jika TikTok gagal melakukan divestasi hingga April 2025, maka aplikasi ini tidak akan bisa diunduh di App Store dan Google Play Store.
UU itu juga memberikan wewenang kepada presiden untuk menetapkan aplikasi lain sebagai ancaman keamanan nasional, jika berada di bawah kendali negara yang dianggap bermusuhan dengan AS.
Cina Menolak Divestasi TikTok
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin mengatakan, sikap Beijing tidak berubah menyusul pengesahan UU yang mewajibkan divestasi TikTok.
"Saya dan juru bicara Kementerian Perdagangan sebelumnya telah memperjelas posisi Cina dalam pengesahan UU TikTok oleh parlemen AS. Anda dapat merujuk pada pernyataan tersebut," kata Wang Wenbin kepada wartawan saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, Cina, pada Rabu (24/4).
Pada 14 Maret lalu, Wang Wenbin telah membuat pernyataan bahwa UU soal divestasi TikTok itu menunjukkan tindakan AS bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan aturan perdagangan internasional.
Wang Wenbin juga menyatakan bahwa pemerintah Cina memberikan perlindungan privasi dan keamanan data, serta tidak pernah meminta dan tidak akan pernah meminta perusahaan maupun individu untuk mengumpulkan dan memberikan data di negara lain kepada Beijing.
TikTok Menolak UU Divestasi di Amerika
TikTok mengatakan bahwa UU tersebut tidak konstitusional dan berpotensi mengganggu keberlangsungan para kreator konten dan pelaku bisnis yang bertumpu kepada media sosial ini.
Perusahaan itu juga menyangkal adanya hubungan dengan pemerintah Cina dan telah merestrukturisasi internal agar data pengguna AS tetap berada di negara tersebut dengan pengawasan independen.
“Yakinlah, kami tidak akan kemana-mana,” kata CEO TikTok Shou Zi Chew dalam video yang diunggah di aplikasi video pendek tersebut. “Faktanya dan Konstitusi berpihak pada kami. Kami berharap dapat menang lagi.”
Shou menyebut langkah Pemerintah AS itu sebagai ironi mengingat kebebasan berekspresi di TikTok ditekan.
Ia mengatakan, TikTok akan melakukan perlawanan hukum di pengadilan terhadap UU tersebut. "Jangan salah, ini adalah larangan. Larangan terhadap TikTok dan larangan terhadap Anda dan suara Anda," kata Shou.
Reuters melaporkan, TikTok kemungkinan akan menentang UU tersebut atas dasar Amandemen Pertama.
Persatuan Kebebasan Sipil Amerika atau American Civil Liberties Union mengatakan pelarangan atau keharusan divestasi TikTok akan menjadi preseden global yang mengkhawatirkan atas kontrol berlebihan pemerintah atas platform media sosial.
Pada November 2023, seorang hakim di negara bagian Montana, AS, memblokir larangan negara terhadap TikTok, dengan alasan kebebasan berpendapat.