ByteDance Cina Disebut Kaji Jual TikTok Tanpa Algoritme di Amerika
ByteDance yang berbasis di Cina dikabarkan mengkaji skenario untuk menjual TikTok di Amerika, namun tanpa teknologi algoritme. Perusahaan membantah kabar ini.
Amerika mengesahkan Undang-undang atau UU yang mewajibkan ByteDance Cina menjual operasional TikTok di AS. Regulasi ini disahkan oleh parlemen pada Selasa (23/4) dan ditandatangani oleh Presiden Joe Biden pada Rabu (24/4).
Tiga sumber The Information menyampaikan, ByteDance Cina mengkaji skenario penjualan TikTok di Amerika ke perusahaan non-teknologi. Selain itu, mereka akan menjual bisnis tanpa teknologi algoritme.
Algoritme TikTok memungkinkan pengguna mendapatkan rekomendasi video sesuai personalisasi. “ByteDance menjajaki skenario untuk menjual sebagian besar saham TikTok di Amerika tanpa algoritme,” kata ketiga sumber dikutip dari The Information, akhir pekan lalu (26/4).
Namun ByteDance Cina membantah kabar tersebut. “Laporan bahwa perusahaan mengeksplorasi penjualan TikTok itu tidak benar,” kata raksasa teknologi ini di platform berbahasa Mandarin Toutiao, dikutip dari DW.com, Sabtu (27/4).
TikTok menyatakan, mereka telah menghabiskan sekitar US$ 1,5 miliar untuk ‘Proyek Texas’ yang akan menyimpan data penduduk Amerika Serikat di negara tersebut. Para kritikus berpendapat, penyimpanan data hanyalah sebagian dari masalah lantaran algoritme ditentukan dari induk usaha yakni ByteDance.
CEO TikTok Shou Zi Chew mengatakan pada Rabu, perusahaan berharap dapat memenangkan gugatan hukum untuk memblokir UU anyar tersebut.
Analis di Eurasia Group Dominic Chiu menilai, Beijing masih mengkaji dampak maupun tindakan lanjutan jika TikTok kalah dalam gugatan. “Presiden Xi Jinping, yang harus menandatangani apakah akan mengizinkan atau melarang penjualan TikTok, mungkin belum membuat keputusan akhir,” kata Chiu.
Direktur Program Tiongkok di Stimson Center yang berbasis di Washington, Sun Yun menilai, jika penjualan benar-benar terjadi, maka prosesnya akan menjadi sangat menantang bagi perusahaan. Salah satu alasannya, harga bisnis TikTok di AS yang diperkirakan cukup tinggi, sehingga sangat membatasi jumlah investor dan perusahaan yang mampu membeli.
Selain itu, ada ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi dengan algoritme TikTok. Beijing dinilai tidak akan membiarkan ByteDance menjual teknologi algoritme TikTok.
UU Cina yang diterbitkan saat pandemi Covid-19 menetapkan algoritme sebagai teknologi yang dilindungi, sehingga tidak bisa diekspor Regulasi ini terbit setelah mantan Presiden AS Donald Trump berusaha melarang TikTok pada 2020.
Beberapa analis menilai, pembeli TikTok di Amerika bisa membangun teknologi baru. Akan tetapi, tidak jelas seperti apa tampilannya atau seberapa baik konten dapat mereproduksi algoritme yang biasa dilihat oleh pengguna selama ini.
Profesor ilmu informasi di Universitas Colorado Boulder Robin Burke mengatakan, beberapa aspek dari algoritme mungkin dapat direplikasi oleh orang dalam industri. Dia juga mencatat bahwa ada beberapa area di mana TikTok tampil lebih unggul dari para pesaing dan duplikasinya mungkin akan menjadi tantangan tersendiri.
“TikTok punya semua pengalaman. Mereka punya semua datanya,” kata Burke. “Saya pikir kecil kemungkinannya perusahaan di AS, jika mereka tidak mewarisi teknologi dari perusahaan induk, akan mampu membangun sesuatu yang setara. Tentu saja tidak dalam waktu dekat.”
Amerika memberikan waktu sembilan bulan kepada induk usaha TikTok, ByteDance dengan potensi perpanjangan tiga bulan untuk menjual platform video pendek ini.
Jika TikTok gagal melakukan divestasi hingga April 2025, maka aplikasi itu tidak akan bisa diunduh di App Store milik Apple dan Google Play Store.
UU itu juga memberikan wewenang kepada presiden untuk menetapkan aplikasi lain sebagai ancaman keamanan nasional, jika berada di bawah kendali negara yang dianggap bermusuhan dengan AS.
UU yang sebelumnya disebut dengan regulasi untuk pelindungan warga Amerika dari aplikasi yang dikendalikan oleh musuh asing lolos pembahasan di tingkat DPR AS pada 13 Maret.
DPR AS terdiri dari 435 anggota dari berbagai distrik, bertugas meloloskan rancangan undang-undang untuk disepakati oleh Senat yang beranggotakan 100 orang. Senat memberikan suara 79 berbanding 18 untuk menyetujui UU tersebut.