Kominfo Panggil Indosat soal Pencurian Data KTP untuk Simcard: Sudah Nonaktif
Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah memanggil Indosat terkait pencurian data KTP oleh pihak ketiga untuk memenuhi target penjualan simcard. Perusahaan menyampaikan, nomor ponsel yang didaftarkan secara ilegal ini telah dinonaktifkan.
"Ini di-take down. Tidak diaktifkan nomornya. Sesuai dengan mekanisme. Seharusnya kalau nomor itu sudah diaktifkan atas nama orang lain nanti penyelenggara menghentikan, menghapus nama atau nomor yang sudah aktif dan yang disalahgunakan," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika atau Dirjen PPI Kominfo Wayan Toni Supriyanto di Jakarta, Selasa (11/9).
Wayan mengatakan, Indosat sudah memberikan klarifikasi untuk memastikan bahwa kasus tersebut telah ditangani dengan baik. Kominfo juga menyatakan terbuka untuk membantu proses berjalannya hukum atas kasus penyalahgunaan data masyarakat untuk kepentingan para pelaku.
Ia menegaskan bahwa dalam hal registrasi nomor kartu perdana prabayar, masyarakat harus menggunakan data pribadi sendiri agar nomor selulernya tidak disalahgunakan. "Sudah jelas registrasi itu ada aturannya. Ikuti saja bahwa tidak boleh menggunakan data orang lain," kata Wayan.
Sebelumnya, Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat menangkap dua karyawan perusahaan mitra Indosat yang diduga melakukan pencurian dan penyalahgunaan data KTP warga untuk mencapai target penjualan kartu simcard.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso di Kota Bogor mengungkapkan kedua pelaku berinisial P (23 tahun) dan L (51 tahun) bekerja di perusahaan bernama PT Nusa Pro Telemedia Persada, yang bekerja sama dengan provider untuk menjualkan simcard dengan target 4.000 kartu per bulan.
Para pelaku hanya mampu menjual sim card secara riil 500 hingga 1.000 keping sebulan. “Untuk memenuhi target, pelaku menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, yaitu mencuri data milik orang lain melalui aplikasi Handsome,” ujar Bismo dikutip dari Antara.
Data-data yang diperoleh aplikasi Handsome itu merupakan data kependudukan dari BPJS dan Komisi Pemilihan Umum alias KPU.
Bismo mengatakan, pelaku menjalankan aksinya dimulai dari memasukkan simcard baru ke dalam ponsel. Setelah muncul perintah untuk melakukan registrasi, maka pelaku menggunakan aplikasi Handsome untuk mendapat data seperti NIK maupun KK.
“Data yang muncul otomatis tersebut digunakan pelaku untuk registrasi. Itu yang dilakukan pelaku untuk memenuhi target penjualan,” kata dia.
Satu pelaku mendapat keuntungan Rp 25,6 juta karena berhasil menjual 4.000 simcard dengan cara ilegal.
Dari hasil penyelidikan polisi, kedua pelaku yang beraksi di wilayah Kayumanis, Kota Bogor berkoordinasi dengan PT Nusa Pro yang ada di Jakarta. Aplikasi Handsome yang sebelumnya digunakan pelaku pun tidak dapat beroperasi, diduga dikendalikan dari jarak jauh.
“Kami akan melakukan panggilan kepada pihak yang berkolaborasi terhadap dua tersangka ini. Kami sudah memasang police line di TKP Kota Bogor,” kata Bismo.
Barang bukti yang disita oleh polisi dari kantor pelaku antara lain komputer, monitor, CPU, puluhan ribu kartu sim dan voucher provider, dan 200 simcard sudah teregistrasi dengan data hasil kejahatan siber.
Kedua pelaku dijerat Pasal 94 Jo Pasal 77 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dan Pasal 67 Ayat (1) Jo Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
“Ancaman hukuman untuk pelanggaran Undang-Undang Kependudukan adalah enam tahun penjara, sementara untuk pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi adalah lima tahun penjara,” kata Bismo.