Mengenal Tech Brain Drain, Ancaman Buat Startup dan Perusahaan IT di Indonesia

Kamila Meilina
25 Oktober 2024, 06:40
Sejumlah pengunjung melihat pesawat nirawak (drone) dalam Indonesia Drone Expo di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (12/8/2024).
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Sejumlah pengunjung melihat pesawat nirawak (drone) dalam Indonesia Drone Expo di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (12/8/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Banyak talenta asal Indonesia di bidang teknologi dan informasi (IT) yang memilih bekerja di luar negeri. Dampaknya, startup atau perusahaan rintisan berbasis teknologi di Indonesia mengalami kekurangan talenta IT. Kondisi ini dikenal dengan istilah tech brain drain.

Tech brain drain adalah migrasi talenta teknologi Indonesia ke perusahaan atau negara lain yang menawarkan peluang lebih baik, baik dalam hal kompensasi, fasilitas teknologi, maupun kesempatan pengembangan diri.

“Ini bukan hanya tentang bagaimana talenta teknologi kita mencari peluang di luar negeri, tetapi juga persaingan antara perusahaan rintisan baru dengan perusahaan rintisan besar,” kata Chief People Officer Tiket.com, Dudi Arisandi dalam acara Tech in Asia Conference di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (24/10).

Fenomena ini menjadi perhatian utama bagi banyak startup di Indonesia, bahkan di negara-negara maju seperti Australia dan Jerman.

Associate Director Michael Page Indonesia, Imeiniar Chandra, mengatakan dari beberapa laporan, Indonesia diproyeksikan mengalami kekurangan sekitar 9 juta talenta teknologi pada 2030.

Setiap tahun, dibutuhkan sekitar 600.000 talenta teknologi untuk memenuhi kebutuhan industri. Namun suplai talenta yang memenuhi kualifikasi masih jauh dari cukup. “Permintaan melebihi penawaran,” kata Imeiniar, dalam acara yang sama.

Dudi mengungkapkan permintaan dan penawaran dalam kebutuhan talenta teknologi bukan hanya tentang angka. Kekurangan suplai ini terkait juga dengan berbagai aspek dari sisi kualitas, seperti fasilitas, kompensasi gaji, dan kesempatan berkembang juga jadi pertimbangan.

Beberapa keahlian yang paling dibutuhkan, seperti ilmuwan data, pengembang perangkat lunak, atau insinyur AI, sangat langka di Indonesia.

Banyak startup kesulitan menemukan individu dengan keahlian spesifik ini, dan jika berhasil menemukannya, mereka harus bersaing dengan perusahaan besar untuk mempertahankan mereka.

Pemerintah Berperan Ciptakan Ekosistem Teknologi

Dudi juga mengungkap solusi untuk mengurangi tingkat tech brain drain dalam ekosistem teknologi Indonesia. Salah satunya dengan menawarkan lebih banyak kesempatan bagi talenta muda untuk berkembang dan belajar keterampilan baru, serta menyediakan akses ke alat-alat canggih yang dapat menjadi insentif besar bagi mereka untuk tetap bertahan.

Selain itu, pembekalan kurikulum dan pembelajaran soal Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) juga sangat penting untuk ditingkatkan di lingkup pendidikan, terutama di tingkat universitas.

“Ini bukan hanya soal sektor swasta dan universitas, jangan lupakan juga keterlibatan pemerintah,” kata Dudi.

Dudi mengatakan pemerintah memegang peranan penting sebagai pembuat regulasi dalam mempengaruhi situasi dalam ekosistem dan perkembangan teknologi di Indonesia.

Kolaborasi antara sektor pendidikan dan industri sangat penting untuk memastikan lulusan dari universitas memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Talenta teknologi juga akan lebih tertarik untuk tetap tinggal dan berkarya di Indonesia, apabila tercipta iklim bisnis yang kondusif.

Reporter: Kamila Meilina
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...