RI Krisis Talenta Digital, Alami Defisit 4 Juta dari Target 10 Juta
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai target mencetak 10 juta talenta digital pada 2024. Hingga kini, pemerintah baru berhasil melatih sekitar 6 juta talenta digital, menyisakan defisit 4 juta yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi digital di tanah air.
Talenta digital merujuk pada individu yang memiliki keterampilan dan kemampuan dalam teknologi digital. Keahlian ini mencakup berbagai bidang yang sangat dibutuhkan untuk mendukung transformasi digital, mulai dari bisnis, pendidikan, pemerintahan, hingga sektor industri lainnya.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria, mengungkap permasalahan utama dalam mencetak talenta digital adalah keterbatasan infrastruktur, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Meskipun 97% wilayah di Indonesia sudah terkoneksi internet, kualitas koneksi di daerah tersebut masih rendah. Di daerah perkotaan, kecepatan internet bisa mencapai 100 Mbps, sementara di wilayah 3T kecepatan rata-rata hanya sekitar 4 Mbps.
"Ini yang membuat akses pendidikan digital dan pelatihan di daerah-daerah terpencil sulit berkembang," ujar Nezar di Finacial Hall, Jakarta Selatan, Kamis (28/11).
Ia mengungkap, dengan perkembangan yang ada saat ini, tantangan dalam mengembangkan talenta digital menjadi lebih besar.
“Karena kebutuhan talenta digital kita pada hari ini, di 2024 Itu ada sekitar 10 juta talenta digital, kita hanya bisa memasok kurang lebih 6 juta,” ungkapnya.
Dalam mengatasi hal ini, Nezar mengatakan pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk menjembatani kesenjangan digital, termasuk peluncuran Satelit Satria 1. Satelit ini diharapkan mampu meningkatkan konektivitas di lebih dari 27 ribu titik di wilayah 3T dengan kapasitas 150 Gbps. Namun, hal ini masih dianggap kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan internet yang berkualitas di daerah-daerah tersebut.
Target pengembangan konektivitas ini disebut Nezar sebagai meaningful connectivity, yakni meningkatkan kualitas konektivitas yang berdampak nyata pada kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga menggencarkan program Digital Talent Scholarship untuk mencetak lebih banyak tenaga ahli di bidang teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), data science, blockchain, dan Internet of Things (IoT).
Kolaborasi dengan perusahaan teknologi global juga menjadi salah satu strategi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas talenta digital. Perusahaan seperti Google, Microsoft, Apple, dan Huawei telah berkontribusi dengan mendirikan pusat pelatihan dan memberikan beasiswa pelatihan teknologi.
Namun, Nezar menegaskan tantangan tetap ada. Banyak pelatihan ini masih terkonsentrasi di kota-kota besar, sehingga akses untuk peserta dari daerah terpencil terbatas.
Menurutnya, defisit talenta digital ini dikhawatirkan akan berdampak pada kemampuan Indonesia untuk bersaing di pasar ekonomi digital global. Berdasarkan proyeksi, pada 2030, Indonesia masih akan kekurangan sekitar 2 juta talenta digital jika tidak ada percepatan signifikan dalam mencetak tenaga ahli di bidang ini.
“Jika masalah ini tidak dapat diatasi, target pertumbuhan yang disebutkan sebelumnya akan sulit tercapai.
Oleh karena itu, Nezar menegaskan diperlukan ekosistem dan kolaborasi yang solid antar berbagai pihak.
“Kolaborasi ini harus terorganisir dengan baik agar meaningful connectivity ini dapat berperan sebagai pendukung, meskipun bukan penggerak utama, dalam mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8%,” tuturnya.