Peduli Kesehatan Mental, Kemenkes Pertimbangkan Kaji Larangan Medsos untuk Anak

Kamila Meilina
30 November 2024, 07:36
mengungkap kebijakan terkait larangan media sosial itu bisa saja dikaji, tetapi tidak dilaksanakan dalam waktu dekat, sebab perlu kajian yang lebih mendalam.
canva
Media sosial
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Australia baru-baru ini melarang anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial untuk melindungi kesehatan mental mereka dari dampak negatif seperti cyberbullying, kecemasan, dan gangguan tidur. Indonesia berpotensi menerapkan kebijakan serupa, mengingat risiko yang bisa ditimbulkan dari media sosial terhadap kesehatan mental remaja. 

Sebelumnya, Australia menerapkan aturan yang melarang remaja di bawah usia 16 tahun mengakses media sosial. Kebijakan ini mengundang perdebatan sebab menjadi salah satu aturan yang paling ketat terkait pembatasan media sosial. Perusahaan yang melanggar aturan tersebut akan dikenakan denda sebesar US$ 49,5 milar atau setara Rp 511 miliar. 

Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Imran Pambudi mengungkap kebijakan terkait larangan media sosial itu bisa saja dikaji, tetapi tidak dilaksanakan dalam waktu dekat, sebab perlu kajian yang lebih mendalam.

“Paling tidak sekitar 3 tahun ke depan,” kata Imran di sela-sela Talkshow dan Meditasi Memecahkan Kesehatan Masalah Mental di Lingkungan Kerja, di Plaza Indonesia, Jakarta pada Jumat (29/11). 

Sejauh ini, langkah pengawasan dampak media sosial terhadap anak-anak dan remaja baru bisa dilaksanakan lewat imbauan dan pengawasan orang tua. 

Pernyataan tersebut menyoroti dampak dari media sosial terhadap kesehatan mental anak-anak dan remaja di Indonesia. 

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kemenkes RI mencatat, 2% penduduk usia di atas 15 tahun atau golongan remaja di Indonesia memiliki gangguan jiwa, serta 1,4% penduduk di usia tersebut mengalami depresi. Namun, hanya 12,7% dari jumlah tersebut yang berobat. 

Siswanto Agus Wilopo, Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, sekaligus salah satu peneliti utama dalam Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) juga menyoroti hal ini. Menurutnya, anak-anak di masa kini mendapatkan risiko ‘dari luar’ yang lebih besar daripada anak-anak di generasi sebelumnya. 

“Bedanya zaman saya dengan anak-anak kita, zaman saya itu kita tumbuh dilepas oleh orang tua, apapun tidak jadi masalah karena risiko dari luar itu Tidak sebesar sekarang,” kata Siswanto dalam acara yang sama.

Risiko dari luar ini termasuk di antaranya paparan dari media sosial yang semakin tidak mengenal batas dalam berekspresi. Dalam penggunaannya, terdapat pula risiko cyberbullying, hingga paparan konten negatif.

Penelitian terkait kesehatan mental di kalangan remaja juga pernah digagas oleh survei I-NAMHS yang mengungkap, satu dari tiga remaja (34.9%), setara dengan 15.5 juta remaja Indonesia, memiliki satu masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. 

Satu dari dua puluh remaja (5,5%), setara dengan 2.45 juta remaja Indonesia, memiliki satu gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Selain itu, gangguan cemas dan depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak dialami oleh remaja.

Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...