Ahli Teknologi Usul Lelang 1,4 GHz untuk Dorong Internet 5G Rumah Tangga

Kamila Meilina
24 Februari 2025, 18:36
Foto udara teknisi melakukan perawatan Base Transceiver Station (BTS) XL Axiata di Pantai Barat, Desa Pananjung, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (9/12/2022). Perkembangan jaringan 5G di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi lebih dari Rp2.80
ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/nz
Foto udara teknisi melakukan perawatan Base Transceiver Station (BTS) XL Axiata di Pantai Barat, Desa Pananjung, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Jumat (9/12/2022). Perkembangan jaringan 5G di Indonesia berpotensi memberikan kontribusi lebih dari Rp2.800 triliun atau setara 9,5 persen dari total Produk domestik bruto (PDB) pada 2030, bahkan berpotensi bisa melonjak menjadi Rp3.500 triliun pada 2035.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana memprioritaskan lelang frekuensi 1,4 GHz untuk mengadakan internet cepat dan murah. Pengamat dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati, menyebut pengadaannya sebaiknya dimanfaatkan untuk peningkatan jaringan 5G Fixed Wireless Access (FWA).

“Potensi pengadaan 5G FWA dari frekuensi 1,4 GHz ini bisa jadi solusi peningkatan broadband,” kata Sigit dalam diskusi Morning Tech, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (24/2).

FWA merupakan teknologi yang menyediakan akses internet ke lokasi tetap, seperti rumah atau kantor, menggunakan jaringan nirkabel, seperti 4G atau 5G. Berbeda dengan layanan internet kabel (seperti fiber optik), FWA tidak memerlukan infrastruktur kabel hingga ke rumah pelanggan, melainkan menggunakan antena atau router khusus untuk menangkap sinyal dari menara pemancar terdekat.

Sigit mengatakan teknologi ini berperan sebagai solusi di antara jaringan seluler dan fiber optik, sehingga bisa menjangkau daerah yang sulit terlayani oleh kabel fiber. Namun, penting untuk memastikan bahwa FWA tidak bercampur dengan layanan seluler agar tetap memiliki perbedaan fungsi yang jelas.

FWA sebagai solusi penengah antara mobile broadband dan fiber to the home (FTTH). “Namun pada ujungnya ini dia bukan HP,” katanya. “Tapi kita menyebutnya CPI,” tambahnya.

CPI alias Customer Premises Equipment, dikenal juga sebagai router yang menggunakan sinyal frekuensi tertentu untuk menyediakan koneksi internet.

Ia menyebut FWA memiliki dua keunggulan utama, yaitu harga yang lebih terjangkau dan kecepatan penggelaran yang lebih tinggi dibandingkan fixed broadband berbasis kabel. Sebab menurutnya, selama layanan internet dijaga di kecepatan 100 Mbps, kemungkinan gangguan terhadap frekuensi mobile broadband dapat diminimalisasi.

“Dengan desain kebijakan dan regulasi yang tepat, FWA bisa menjadi solusi yang tidak mengganggu pasar seluler dan justru mendukung pertumbuhan broadband,” katanya.

Namun, jika tidak diatur dengan baik, ada risiko FWA digunakan untuk layanan seluler, yang dapat memengaruhi persaingan di industri telekomunikasi.

Oleh karena itu, regulasi harus memastikan bahwa FWA tetap beroperasi sebagai fixed broadband dengan standar kecepatan yang jelas. “Misalnya minimal 100 Mbps, agar tidak menghambat perkembangan jaringan seluler maupun fiber optik,” katanya.

Sebelumnya, Komdigi menyatakan akan memprioritaskan lelang frekuensi 1,4 GHz segera dilaksanakan. “Kami rencanakan tahun ini, kemarin sudah melakukan konsultasi publik,” kata Plt. Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standarisasi Infrastruktur Digital, Adis Alifiawan, ditemui usai acara Selular Business Forum, di kawasan Jakarta Pusat, Senin (10/2).

Frekuensi yang akan dilelang yakni spektrum 1,4 Ghz dengan lebar 80 Mhz, ditargetkan menjangkau layanan internet rumah tangga hingga sektor pendidikan.

Target kecepatan layanan internet bagi penyedia BWA adalah hingga 100 Mbps, dengan harga berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Dengan cakupan terbagi menjadi tiga regional, yang tersebar di 14 zona dari Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.

“Kami ingin layanan yang dihasilkan dapat dijual dalam kisaran harga yang terjangkau, sekitar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per bulan. Dengan harga ini, layanan yang diterima masyarakat harus berkualitas, bukan sekadar layanan seadanya,” kata Adis.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...