Komdigi Usul Indonesia Tiru Malaysia untuk Percepat Adopsi Internet 5G


Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital mengusulkan penerapan model Multi-Operator Core Network atau MOCN, seperti yang telah berhasil diterapkan di Malaysia, guna mempercepat adopsi internet 5G.
Dikutip dari laman Ericsson, MOCN adalah perjanjian berbagi RAN atau Radio Access Network menggunakan konsep arsitektur 4G/5G. Arsitektur ini memiliki backhaul khusus antara setiap stasiun pangkalan operator jaringan seluler atau MNO yang tercakup dalam perjanjian dan inti FRMCS atau Future Railway Mobile Communication System.
RAN adalah jaringan akses radio yang merupakan bagian dari sistem telekomunikasi seluler. RAN menghubungkan perangkat pengguna ke jaringan inti melalui gelombang radio.
Sementara itu, MNO ialah perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan jaringan seluler untuk menyediakan layanan suara dan data nirkabel. MNO juga dikenal sebagai penyedia layanan nirkabel atau perusahaan seluler.
Lalu, FRMCS adalah sistem komunikasi nirkabel kereta api masa depan yang berbasis pita lebar seluler. FRMCS dirancang oleh Persatuan Perkeretaapian Internasional alias UIC.
“Model MOCN memungkinkan operator berbagi infrastruktur, sehingga dapat mempercepat ekspansi jaringan sekaligus menekan biaya investasi. Malaysia yang memulai implementasi 5G bersamaan dengan Indonesia pada 2021, kini telah mencapai cakupan 80%. Sementara itu, Indonesia masih tertinggal jauh,” demikian dikutip dari keterangan pers, Rabu (12/3).
Data Komdigi per Agustus 2024 menunjukkan cakupan permukiman bersinyal 5G di Indonesia baru 2,5% dengan 376 site.
Oleh karena itu, Menteri Komdigi Meutya Hafid mendorong penerapan model MOCN.
Selain itu, Komdigi bersama Kementerian Investasi/BKPM memperkuat sinergi dalam mendorong pertumbuhan sektor telekomunikasi dan digital di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang dilakukan yakni menarik lebih banyak investasi guna mempercepat digitalisasi dan meningkatkan konektivitas di seluruh negeri.
Menteri Komdigi Meutya Hafid menegaskan percepatan transformasi digital menjadi prioritas utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu upaya utama yakni memperluas akses internet, terutama bagi sektor pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan.
Saat ini, tantangan utama masih berkisar pada terbatasnya konektivitas. Sebanyak 86% sekolah di Indonesia belum memiliki akses fixed broadband, 38% kantor desa belum terhubung ke internet, dan 75% puskesmas memiliki koneksi yang belum memadai.
Fixed broadband adalah layanan internet kabel yang menggunakan infrastruktur fisik seperti kabel serat optik, DSL alias Digital Subscriber Line, atau kabel koaksial untuk menyediakan koneksi internet.
“Kami berkomitmen untuk mempercepat pemerataan akses internet di seluruh Indonesia agar manfaat ekonomi digital dapat dirasakan secara merata. Oleh karena itu, strategi inovatif dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi harus diterapkan untuk memastikan investasi yang lebih efisien dan inklusif,” kata Meutya dalam pertemuan dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM sekaligus CEO Danantara Rosan Roeslani di Kantor BKPM, Jakarta Selatan.
Menteri Meutya menegaskan bahwa Komdigi memiliki tanggung jawab utama dalam mengakselerasi digitalisasi di sektor pemerintah, ekonomi, dan Sumber Daya Manusia atau SDM digital. Hal ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan 7% - 8%, sebagaimana tertuang dalam Visi Indonesia Digital 2045.
Menurut dia, pemanfaatan infrastruktur milik PLN juga menjadi solusi strategis dalam memperluas jaringan telekomunikasi ke daerah-daerah yang masih minim akses internet.
Dengan memanfaatkan tiang listrik PLN untuk distribusi serat optik, biaya investasi dapat ditekan hingga 67%, mempercepat penetrasi internet dengan lebih efisien.
“Implementasi 5G yang optimal dapat mengurangi Total Cost of Ownership alias TCO hingga 54% dibandingkan dengan 4G. Dengan strategi yang tepat, kami dapat memenuhi kebutuhan industri, bisnis, dan masyarakat akan jaringan yang lebih cepat dan andal,” ujar Meutya.
Ia juga berharap Danantara, sebagai sovereign wealth fund atau SWF yang berorientasi pada investasi strategis, dapat memainkan peran penting dalam mendukung penguatan ekosistem telekomunikasi dan digital nasional.
Untuk mendukung pengembangan jaringan 5G, pemerintah akan segera merilis pita frekuensi 2,6 GHz pada 2025, meskipun masih menghadapi gugatan di PTUN dari MNC Group. Sementara itu, pita 3,5 GHz, yang merupakan spektrum utama 5G global, masih digunakan untuk layanan satelit hingga 2034.
Dalam rangka memastikan transisi yang lancar dan berkelanjutan, Menteri Komdigi Meutya Hafid menilai perlu ada strategi migrasi spektrum yang komprehensif dan terkoordinasi.
Menurut dia, Danantara memiliki peran strategis dalam mengawal proses ini, terutama karena tiga dari empat operator satelit nasional yang menggunakan pita 3,5 GHz yakni Telkom, Telkom Satelit Indonesia, dan BRI, yang berada di bawah portofolio.
Dengan pendekatan inovatif seperti Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU Unsolicited, menurut dia investasi digital akan diarahkan untuk mempercepat penetrasi internet, meningkatkan daya saing industri, serta mendorong pertumbuhan ekonomi digital nasional.
Menteri Investasi Rosan Roeslani menegaskan investasi dalam sektor digital merupakan langkah krusial untuk meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
“Kami melihat potensi besar dalam investasi digital, terutama dalam infrastruktur jaringan dan teknologi 5G. Sinergi antara pemerintah dan sektor swasta akan menjadi kunci dalam memastikan pertumbuhan ekonomi berbasis digital yang berkelanjutan,” ujar Rosan.