Respons Telkom dan Lintasarta Terkait Dugaan Korupsi Pusat Data Nasional

Ringkasan
- Telkom dan Lintasarta menyatakan siap bekerja sama dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital. Kedua perusahaan berkomitmen untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
- Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sedang mengusut dugaan korupsi pengadaan dan pengelolaan PDNS periode 2020-2024 dengan anggaran Rp 958 miliar. Dugaan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 500 miliar, dan kecurangan dalam pengadaan diduga berkontribusi pada serangan *ransomware yang mengganggu layanan dan mengekspos data pribadi.
- Pengadaan PDNS tersebut juga diduga tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 yang hanya mewajibkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS.

Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) periode 2020-2024 turut menyeret nama PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Aplikanusa Lintasarta. Kedua perusahaan bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT) ini menyatakan siap bekerja sama dalam penyidikan.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan PDNS periode 2020–2024. Saat ini, kasus tengah memasuki tahap penyidikan terhadap perkara tersebut.
VP Corporate Communication Telkom, Andri Herawan Sasoko menegaskan bahwa Telkom akan terus mengikuti perkembangan kasus ini, serta menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
“Dan kami siap bekerja sama dengan pihak berwenang dalam rangka mendukung penyelidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Andri, dalam keterangan resminya yang diterima Katadata pada Senin (17/3).
Ia menyatakan perusahaan selalu berkomitmen menjalankan bisnis sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG), sebagaimana aturan dan ketentuan yang berlaku.
Lintasarta melalui Head of Corporate Communications Lintasarta, Dahlya Maryana, menyatakan perusahaan menghormati seluruh proses hukum yang berlangsung dan bersikap kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.
“Lintasarta mengikuti prosedur yang berlaku dengan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas. Dengan dukungan mitra strategis sebagai pakar keamanan siber serta standar global yang ketat, kami memastikan perlindungan optimal terhadap data pelanggan dan enterprise,” ujar Dahlya, dalam keterangannya, diterima Senin (17/3).
Adapun Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan barang/jasa serta pengelolaan PDNS di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, menjelaskan bahwa kasus ini melibatkan pengadaan barang dan jasa PDNS dari tahun 2020 hingga 2024 dengan total anggaran mencapai Rp 958 miliar. Dugaan korupsi ini ditaksir merugikan negara lebih dari Rp 500 miliar.
Menurut Kejaksaan, kecurangan dalam pengadaan ini turut berkontribusi terhadap serangan ransomware yang terjadi pada 2024. Serangan tersebut mengakibatkan terganggunya layanan serta tereksposnya data pribadi penduduk Indonesia.
Kejaksaan juga mencatat pengadaan PDNS ini tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS.