APJII Bahas Potensi Internet Murah: 100 Mbps Hanya Rp100 Ribu, Mungkinkah?


Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga berbicara potensi penyelenggaraan paket internet Rp100 ribu – Rp 150 ribu dengan kecepatan 100 Mbps yang sebelumnya didorong oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Ia menilai penyediaan layanan internet dengan harga yang terjangkau untuk masyarakat bisa direalisasikan. "Sebenarnya kalau dibilang ‘mungkin’, ya ini sedang terjadi,” kata Arif, dalam media group interview bersama APJII, di Jakarta Selatan, dikutip Jumat (16/5).
Potensi ini berdasarkan survei APJII selama hampir tiga tahun terakhir, rata-rata pengeluaran masyarakat untuk internet ada di kisaran Rp100 ribu–180 ribu. “Artinya, harga tersebut sudah menjadi angka pasar yang wajar dan bahkan paling banyak digunakan oleh masyarakat,” ujarnya.
Arif menyebutkan beberapa operator sudah bermain di harga tersebut. Bahkan, ada yang menawarkan kecepatan 100 Mbps hingga 500 Mbps, dengan harga yang sama.
“Meski awalnya terdengar ambisius, nyatanya sudah ada operator yang membuktikan bahwa hal ini bisa dilakukan secara teknis.”
Namun, wacana ini bukan tanpa tantangan. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah dampaknya terhadap lebih dari 1.300 penyedia layanan internet (ISP) skala kecil hingga menengah. "Kita khawatir mereka bisa ‘terbantai’ oleh pemain besar yang punya kekuatan dari luar atau yang agresif," ujar Arif.
Sebagai solusi, Arif mendorong pendekatan kolaboratif antara pemain besar dan ISP lokal. Ia menyebut sudah ada operator besar yang membuka peluang kerja sama dengan ISP kecil melalui sistem bagi hasil dan pemanfaatan jaringan bersama. Dengan begitu, persaingan bisa diubah menjadi kemitraan yang saling menguntungkan.
Menurutnya, model ini mengingatkan pada evolusi industri seluler di Indonesia. "Dulu ada 10 operator, sekarang tinggal 3. Karena mereka akhirnya merger dan kolaborasi." Pendekatan serupa dalam industri internet dinilai bisa menjaga ekosistem tetap sehat dan kompetitif.
Selain itu, Arif menyoroti pentingnya kesiapan infrastruktur di tengah perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI). Dengan tren AI yang diprediksi akan mengalami lonjakan penggunaan hingga 2030, kebutuhan akan bandwidth yang besar menjadi tak terelakkan.
Saat ini, Indonesia masih berada di peringkat 9 dunia dalam hal kapasitas bandwidth. Jika tidak segera ditingkatkan, masyarakat dikhawatirkan tidak bisa menikmati layanan digital masa depan secara maksimal.
"Ini PR kita bersama, baik asosiasi maupun pemerintah, untuk memastikan layanan internet di Indonesia semakin baik ke depannya," ujarnya.
Komdigi Dorong Akses Internet Cepat dan Murah Lewat Lelang Spektrum
Sebelumnya, Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital mendorong penyelenggaraan akses internet murah dan cepat ini lewat lelang frekuensi 1,4 Ghz. Langkah ini diharapkan mendorong operator seluler menyediakan paket internet Rp 100 ribu – Rp 150 ribu dengan kecepatan 100 Mbps.
Lelang 1,4 Ghz ditargetkan pada awal 2025. Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi Wayan Toni Supriyanto menyampaikan lelang spektrum 1,4 Ghz akan digelar setelah teknis seleksi selesai dan peraturan terbit.
“Lelang 1,4 Ghz sedang menunggu penetapan Peraturan Menteri tentang seleksi dan Rancangan Keputusan Menteri atau RKM untuk standardisasi perangkat broadband wireless access,” kata Wayan di kantornya, Jakarta, Kamis (20/3).
Broadband Wireless Access atau BWA adalah teknologi yang menyediakan akses internet berkecepatan tinggi melalui media nirkabel. BWA dapat digunakan di rumah, bisnis, kafe internet, dan tempat lainnya. Frekuensi yang akan dilelang yakni spektrum 1,4 Ghz dengan lebar 80 Mhz.
Koordinator Kebijakan Penyelenggaraan infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital Benny Elian menjelaskan pengadaan lelang frekuensi bertujuan meningkatkan penetrasi fixed broadband, baik dalam bentuk kabel serat optik maupun modem.
“Jadi, fixed broadband bukan hanya fiber optik, tetapi juga dengan memakai modem di rumah,” kata Benny dalam acara diskusi Morning Tech, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (24/3).
Dalam implementasinya, lelang frekuensi 1.4 Ghz menggunakan teknologi Advanced Mobile Telecommunications atau AMT yang telah diterapkan sejak 2022. Teknologi ini serupa dengan yang digunakan oleh penyelenggara layanan seluler dan diharapkan dapat mempercepat perluasan akses internet di Indonesia.
Ia mengatakan Komdigi juga tengah mempertimbangkan berbagai aspek dalam menentukan skema lelang, termasuk faktor harga dasar dan mekanisme penawaran. Selain itu, penjaringan minat terhadap penyelenggara tengah dilakukan.
“Lebih dari 10 dari penyelenggara, dan setidaknya tujuh penyelenggara sekarang sudah menyatakan berminat,” katanya.
Kendati demikian, Denny tak menyebut siapa saja penyelenggara yang berminat. “Tapi yang pasti beberapa dari seluler itu ada,” Benny menambahkan.