Komdigi Terbitkan Aturan Pengiriman Pos dan Kurir, Ada Limit Gratis Ongkir


Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Digital Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial, pada Jumat (16/5). Regulasi ini terutama mengatur penyelenggaraan layanan pos dan kurir, termasuk tarif dan standar layanan.
Dalam Permen tersebut, pemerintah akan membatasi fitur gratis ongkir menjadi hanya tiga hari dalam sebulan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 45, yang memberikan ruang bagi penyelenggara pos untuk menerapkan potongan harga terhadap tarif layanan pos komersial sebagai bagian dari strategi usaha.
Namun, potongan harga hanya dapat diberikan secara berkelanjutan sepanjang tahun apabila tarif yang dikenakan setelah diskon tetap berada di atas atau sama dengan biaya pokok layanan.
Lebih lanjut, jika potongan harga yang diterapkan justru menyebabkan tarif layanan menjadi di bawah biaya pokok, maka penerapannya dibatasi secara ketat. Berdasarkan Pasal 45 ayat (4), potongan harga semacam ini hanya dapat diberlakukan untuk kurun waktu tertentu yang paling lama tiga hari dalam satu bulan.
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, menjelaskan bahwa regulasi ini tidak menghapus skema gratis ongkir yang biasa digunakan oleh marketplace, melainkan mengaturnya dengan batas maksimal tiga hari. Langkah ini disebutnya hanya diambil untuk melindungi keseimbangan antara kepentingan konsumen dan keberlanjutan usaha para pelaku logistik.
"Kita melihat dari sisi konsumen tentu menyukai gratis ongkir. Tapi dari sisi pelaku usaha serta kurir, itu kadang jadi beban. Maka dari itu, negara hadir sebagai regulator yang menjaga semua pihak, termasuk kurir yang kadang terdampak oleh promosi yang berlebihan," ujar Angga dalam konferensi pers, di kantornya, Jumat (16/5).
Dalam kesempatan yang sama, Meutya menyebut, peraturan ini lahir atas masukan dari berbagai pihak, khususnya asosiasi pelaku industri pos dan kurir, yang telah berdiskusi dengan pihak kementerian dalam dua hingga tiga bulan terakhir.
Dia menyebut Permen ini hadir untuk mendukung penyehatan industri, tidak hanya di sektor telekomunikasi dan penyiaran, tetapi juga di sektor logistik dan kurir yang menjadi tulang punggung distribusi ekonomi nasional.
"Industri ini bukan sekadar kirim barang, tapi juga penyampai harapan, mempererat konektivitas, dan membuka peluang ekonomi yang lebih luas," ujar Meutya.
Permen No. 8 Tahun 2025 memuat lima poin utama:
- Perluasan jangkauan layanan secara kolaboratif: Dalam 1,5 tahun ke depan, kolaborasi antar pelaku industri ditargetkan dapat menjangkau minimal 50 persen provinsi di Indonesia.
- Peningkatan kualitas layanan dan perlindungan konsumen: Masyarakat akan diberikan layanan dengan mutu yang terukur dan dapat dipercaya.
- Penguatan ekosistem industri secara inklusif: Pemerintah mendorong pemanfaatan infrastruktur bersama agar pelaku besar dan kecil dapat tumbuh bersama.
- Menjaga iklim usaha yang sehat: Dibangun sistem monitoring transparan untuk memastikan keadilan dan kesetaraan dalam persaingan industri.
- Adopsi teknologi ramah lingkungan: Mendorong transformasi ke arah green logistics sebagai bagian dari visi logistik masa depan yang berkelanjutan.
Lahirnya Permen ini berdasarkan pertumbuhan dalam ektor transportasi dan pergudangan, termasuk layanan pos dan kurir. Tercatat, layanan ini tumbuh sebesar 9,01 persen secara tahunan pada triwulan I 2025 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, lebih dari 6 juta tenaga kerja terserap dalam sektor ini, menjadikannya bagian penting dalam perekonomian nasional.