Mahasiswa Minta Kembalikan Uang Kuliah Setelah Dosen Ketahuan Pakai ChatGPT


Seorang mahasiswa Northeastern University menuntut pengembalian uang kuliah US$ 8.000 atau Rp 131 juta (kurs Rp 16.379 per US$), setelah mengetahui dosennya menggunakan kecerdasan buatan atau AI seperti ChatGPT untuk membuat materi perkuliahan.
Mahasiswa bernama Ella Stapleton itu mencurigai penggunaan AI ketika menemukan kejanggalan dalam catatan dosen mata kuliah bisnis. Padahal, mahasiswa dilarang menggunakan AI untuk mengerjakan tugas.
Ia menemukan kutipan yang merujuk pada pencarian ChatGPT, kesalahan ejaan, dan gambar yang tidak realistis, sebagai ciri umum konten buatan AI.
“Dia meminta kami untuk tidak menggunakannya, dan kemudian dia memakainya,” ujar Stapleton kepada The New York Times, Kamis (15/5).
Stapleton melaporkan hal itu ke bagian administrasi kampus dan menuntut pengembalian uang kuliah. Namun, setelah serangkaian pertemuan hingga hari kelulusannya, universitas memutuskan untuk menolak tuntutan itu.
Dosen yang bersangkutan yakni Rick Arrowood mengakui dirinya menggunakan beberapa alat AI seperti ChatGPT, Perplexity AI, dan Gamma untuk membuat materi kuliah.
Ia mengatakan penggunaan AI bertujuan memberi ‘tampilan segar’ pada perkuliahan, meskipun dia mengakui tidak meninjau hasilnya secara detail. “Jika kembali ke masa lalu, saya berharap bisa mengecek lebih teliti lagi,” katanya.
Arrowood mengatakan bahwa ke depan, dosen sebaiknya transparan kepada mahasiswa terkait penggunaan AI dalam proses belajar-mengajar. “Jika pengalaman saya bisa menjadi pelajaran bagi orang lain, maka itulah sisi positifnya,” ujarnya.
Kasus itu memicu perdebatan soal etika penggunaan AI di dunia pendidikan. Sebagian pengajar menilai pemanfaatan kecerdasan buatan bukanlah pelanggaran.
Studi terbaru dari Duke University menunjukkan pengguna AI cenderung mendapat penilaian negatif dari rekan kerja.
“Temuan kami mengungkapkan dilema bagi orang-orang yang mempertimbangkan untuk mengadopsi AI. Meskipun AI dapat meningkatkan produktivitas, penggunaannya menghadapi dampak negatif sosial,” tulis peneliti dalam laporan tersebut.