AS Akan Denda ChatGPT, Google hingga Nvidia Rp 16 Miliar jika Ada Risiko AI
Gubernur California, Amerika Serikat, Gavin Newsom menandatangani aturan baru yang mewajibkan pengembang AI besar seperti OpenAI ChatGPT, Google, Meta, Nvidia, dan Anthropic mengungkap rencana mitigasi risiko terkait teknologi.
California menjadi negara bagian pertama di Amerika Serikat yang memiliki regulasi khusus mengenai risiko AI. Undang-undang ini yang dikenal dengan SB 53.
SB 53 mewajibkan perusahaan dengan pendapatan lebih dari US$ 500 juta untuk menilai dan mempublikasikan risiko AI, termasuk kemungkinan kehilangan kendali atas sistem canggih maupun penyalahgunaan dalam pengembangan senjata biologis.
Perusahaan yang melanggar dapat dikenai denda hingga US$ 1 juta atau Rp 16,6 miliar (kurs Rp 16.684 per US$) per pelanggaran.
“California telah membuktikan bahwa kami bisa menetapkan regulasi untuk melindungi masyarakat sekaligus memastikan industri AI terus berkembang,” ujar Newsom, dikutip dari Reuters, Selasa (30/9).
Regulasi itu muncul di tengah minimnya undang-undang federal terkait AI. Newsom menekankan, jika nantinya standar nasional ditetapkan, California akan menyelaraskan aturan tanpa menurunkan standar tinggi yang ditetapkan SB 53.
Meski diapresiasi sebagai kerangka yang menyeimbangkan inovasi dan keamanan publik, sejumlah pihak menilai aturan ini bisa menciptakan ‘patchwork regulation’ atau kondisi di mana tiap negara bagian membuat aturan berbeda sehingga membebani startup.
Di sisi lain, sejumlah anggota Kongres, baik Demokrat maupun Republik, tengah membahas standar federal untuk mencegah kerancuan regulasi antarnegara bagian.
Aturan AI di Indonesia
Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah memfinalisasi Peta Jalan (Roadmap) AI yang ditargetkan segera meluncur.
Menurut Dirjen Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat roadmap itu terdiri atas dua dokumen utama, yakni:
- Buku Putih Peta Jalan AI yang mengarahkan pengembangan AI secara teknis dan strategis, dengan empat fokus utama, yaitu:
- Memperkuat pembangunan
- Membangun kapasitas inovasi
- Mengurangi risiko
- Memastikan kehidupan inklusif
- Etika Kecerdasan Artifisial yang memastikan penggunaan AI selaras dengan nilai nasional, konstitusi, serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Bagian ini menekankan transparansi, akuntabilitas, keamanan data, inklusivitas hingga keberlanjutan.
“Tujuannya, setiap algoritma di Indonesia harus efisien, adil, dan tidak diskriminatif,” kata Edwin dalam AI Innovation Summit di Jakarta Selatan pada September lalu.
Ketua Tim Infrastruktur AI, Teknologi Baru, Data, dan Keamanan Siber Komdigi Muhamad Ridwan menyampaikan kementerian baru mengeluarkan peraturan AI berupa Buku Putih Kecerdasan Artifisial, yang memuat kerangka ekosistem AI nasional.
“Kerangka acuan (buku putih) ini dirancang untuk mempercepat inovasi sekaligus memastikan penerapan AI berjalan secara etis, inklusif, dan berkelanjutan,” kata Ridwan.
Ada empat fokus utama arah kebijakan:
- Penguatan keterlibatan lintas-pihak, untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, industri, akademisi hingga masyarakat
- Pengembangan inovasi, untuk menciptakan ruang kondusif bagi pertumbuhan startup, riset, dan pemanfaatan teknologi baru
- Peningkatan kapabilitas teknologi, riset, dan inovasi, untuk mendorong riset lokal dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia
- Mitigasi risiko, untuk melindungi masyarakat dari potensi dampak etis, hukum, maupun sosial akibat AI
Menteri Komdigi Meutya Hafid sebelumnya mengatakan roadmap AI tidak akan memuat satu regulasi tebal, melainkan dibagi ke dalam beberapa pilar kebijakan berdasarkan sektor yang terkena dampak, seperti industri, bisnis, pengembangan teknologi, dan etika.
Salah satu bidang yang penting diatur pertama yakni etika pengguna AI. Etika AI yang dimaksud yakni prinsip-prinsip moral dan tanggung jawab yang mengatur bagaimana kecerdasan buatan dikembangkan dan digunakan, agar tidak merugikan masyarakat.
Prinsip etika yang akan diatur mencakup transparansi penggunaan AI, keamanan dan tanggung jawab pengembang, perlindungan data pribadi hingga pencegahan bias atau diskriminasi dalam sistem kecerdasan buatan.
“Sedikit bocoran, kemungkinan besar bahwa aturan pertamanya terkait etika AI,” Kata Meutya saat mengunjungi Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas I Makassar di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Juni (16/6).
Menteri Komdigi Meutya Hafid menyebutkan bahwa salah satu isu mendesak yakni maraknya penyebaran konten manipulatif berbasis AI di media sosial. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengatur norma etika terkait pemanfaatan teknologi tersebut.
