Penjelajahan Wallace di Nusantara Layak Digarap Jadi Wisata Ilmiah

Dini Hariyanti
12 Oktober 2018, 18:33
Myanmar
Donang Wahyu|KATADATA
Wisatawan berfoto dan menikmati senja di atas jembatan penyebrangan orang yang terletak di atas perempatan Jalan Sule Pagoda dengan latar belakang premukiman penduduk dan proyek kontruksi di Yangon, Myanmar.

Indonesia dinilai perlu mengembangkan pariwisata dengan konsep ecoscience. Wisata semacam ini tidak hanya menarik dari sisi bisnis tetapi juga berkontribusi terhadap pelestarian temuan sains di Tanah Air.

Pariwisata berkonsep ecoscience fokus mengangkat perjalanan sejarah suatu temuan ilmiah. Di dalamnya mencakup tentang organisme makhluk hidup, hubungannya dengan organisme lain, lingkungan, serta ekosistem mereka.

Temuan besar yang terlupakan oleh masyarakat Indonesia, dan potensial untuk digarap menjadi ecoscience tourism, adalah Wallacea. "Mengkaji peninggalan Wallace (penemu daerah Wallacea) butuh upaya berkesinambungan untuk menggali dan memaksimalkan potensi yang ada," tutur Ketua AIPI Satryo Soemantri, di Jakarta, Kamis (11/10).

British Council Kedutaan Besar Inggris dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) berkolaborasi menyelenggarakan Wallacea Week 2018 di Jakarta. Kegiatan ini bagian dari peringataan 150 tahun terbitnya buku The Malay Archipelago yang bersumber dari penjelajahan Alfred Russel Wallace.

Daerah Wallacea terletak di wilayah Indonesia bagian timur. Para ahli yang mengkaji tentang Wallacea berbekal The Malay Archipelago menganggap area ini sebagai laboratorium hidup terbesar dunia yang dimiliki Indonesia.

Alfred Russel Wallace menemukan wilayah yang disebut Wallacea melalui penjelajahan pada 1854 - 1862. Perjalanan naturalis asal Inggris ini tidak hanya menceritakan temuan-temuan keanekaragaman hayati tetapi juga kekayaan budaya, bahasa, serta peta perpindahan manusia purba di nusantara.

Sangkot Marzuki selaku Ketua AIPI 2009 - 2018 mengatakan bahwa temuan dari penjelajahan Wallace dapat dikembangkan menjadi potensi pariwisata baru. Konsep wisata ecoscience dapat diterapkan untuk mengembangkannya.

"Kita bisa mengangkat site di mana Wallacce pernah berada, seperti di mana Wallacce mendapat ilham temuan garis imajiner Wallace. Area di antara garis ini memiliki flora fauna yang sangat berbeda," tuturnya ditemui usai diskusi buku The Malay Archipelago, Jakarta, Jumat (12/10).

(Baca juga: Bekraf Sasar Pertumbuhan PDB Ekonomi Kreatif 6,25% Tahun Ini)

Sangkot menyatakan, konsep pariwisata seperti itu belum diaplikasikan di Indonesia. Lebih detil terkait pengembangan wisata yang disebutnya sebagai ecoscience tourism ini memang perlu kajian mendalam.

Tak hanya membutuhkan dukungan pendanaan tetapi juga perlu upaya ekstra untuk membangun cerita terkait penjelajahan Wallace di nusantara. Hal ini bertujuan supaya turis yang kelak hadir dapat memahami secara utuh konteks yang ada.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...