Saat Produk Makanan Halal “Menjajah” Dunia
Perkembangan makanan halal di dunia dalam beberapa tahun terakhir terbilang menarik. Berbagai negara seolah berlomba menyusun dan menerbitkan aturan sertifikasi halal. Di Indonesia sendiri, MUI mengakui 45 lembaga sertifikasi halal luar negeri dari 26 negara dunia per November 2020.
Fakta menarik, bahwa dari 45 lembaga, sebanyak 41 lembaga sertifikasi halal sebetulnya berasal dari negara dengan Islam sebagai agama minoritas. Kondisi ini dapat menjadi satu referensi betapa industri makanan halal semakin menjadi tren global.
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) merilis, total Global Islamic Finance Market (Pasar Keuangan Islam Dunia) pada 2017 sebesar US$ 2,438 triliun. Angka ini diprediksi akan terus meningkat menjadi US$ 3,809 triliun (naik 56 persen) pada 2023.
Sementara itu, di sektor Global Islamic Commercial Banking Market (Pasar Perbankan Syariah Dunia), tercatat angka US$ 1,721 triliun pada 2017, dan ini diprediksi bakal menyentuh kisaran US$ 2,441 trilyun pada 2023 (naik 41,8 persen).
Apa faktor utama penyebab melejitnya popularitas makanan halal di dunia? Kemungkinan jawabannya terkait dengan angka 1,8 milyar. Angka ini merupakan jumlah pemeluk Islam, dan menjadikannya sebagai agama terbanyak dianut kedua secara global. Ditambah, muslim modern pada usia produktif juga semakin banyak dan terbesar di berbagai belahan dunia. Tentu, masyarakat muslim membutuhkan produk makanan yang terjaga kehalalannya.
Dengan kata lain, tak perlu heran apabila Anda melancong ke luar negeri dan menemukan relatif banyak restoran berlabel halal di depan pintu masuk.
Lebih lanjut, Indonesia kini menjadi negara percontohan untuk urusan sertifikasi halal. Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebutkan, “Standar halal Indonesia menjadi global, lebih dari 50 negara meminta sertifikasi halal dari MUI supaya produk mereka diakui dunia, misal Korea”. Pasalnya, LPPOM MUI yang berpengalaman selama 29 tahun dalam menerbitkan sertifikasi halal, dikenal sebagai pelopor gerakan sertifikasi halal dunia.
Namun, ada yang “mengganjal” dari tren produk makanan halal sekarang ini. Pengekspor utama di dunia justru Thailand dan Brasil. Dengan kata lain, negara-negara mayoritas muslim dunia (termasuk Indonesia) relatif masih sebatas sebagai konsumen.
Perlu diakui, pasar produk makanan halal memiliki potensi besar, yang sebenarnya bisa dikembangkan oleh negara berpenduduk mayoritas Islam. Bila mereka mampu menjadi produsen maka negara-negara dengan mayoritas komunitas muslim sanggup menjadi tuan rumah di negeri sendiri.