Hadapi Disrupsi Teknologi, Indonesia Butuh Banyak Talenta Digital
Kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni di bidang teknologi digital terus meningkat. Oleh karena itu, upaya penyiapan talenta yang menguasai teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi penting.
Riset McKinsey dan Bank Dunia menunjukkan, untuk menyiapkan diri menghadapi Revolusi Industri 4.0, Indonesia butuh sebanyak 9 juta atau 600 ribu talenta digital setiap tahun selama 2015 hingga 2030.
Sementara itu, riset Microsoft dan LinkedIn pada 2020 menunjukkan, beberapa profesi terkait TIK akan sangat dibutuhkan di dalam pasar kerja global pada 2025 mendatang.
Profesi yang dimaksud ialah 98 juta SDM di bidang software development, 23 juta orang di bidang cloud & data, serta 20 juta SDM di bidang analisis data dan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI). Pada saat yang sama, dibutuhkan 6 juta pekerja di bidang keamanan siber, serta 1 juta pekerja di bidang perlindungan privasi.
Angka-angka tersebut perlu untuk dicermati mengingat potensi dari bidang teknologi dan ekonomi digital Indonesia cukup besar. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam seminar bertajuk Empowering SMEs to Recover Stronger, Jumat (11/3), mengatakan, nilai ekonomi digital nasional pada 2030 mencapai Rp 5.718 triliun. Industri e-commerce berkontribusi paling besar, yakni 34 persen atau Rp 1.908 triliun.
Posisi kedua ditempati sektor business to business (B2B) services yang mencakup 13 persen atau Rp 763 triliun. Kemudian, disusul sektor pariwisata sebesar 10 persen atau Rp 575 triliun. Perkembangan industri-industri ini akan meningkatkan permintaan (demand) terhadap talenta-talenta digital.
Oleh karena itu, Lutfi berpesan agar dunia pendidikan mempersiapkan diri untuk menghadapi kebutuhan yang besar di bidang talenta digital ini. “Kita (Indonesia) harus siap mendidik (tenaga kerja) untuk mendukung pertumbuhan (ekonomi) tinggi. Kita harus merevolusi cara mengajar anak-anak,” tuturnya.
Sementara itu, dalam diskusi bertema Talent Gap in Digital Economy, Selasa (23/11/21), Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam menyatakan bahwa hanya 20 persen dari total 4.000 kampus di Indonesia yang memiliki program studi TIK.
Output dari kampus jurusan TIK per tahun hanya sekitar 100 ribu-200 ribu orang. Artinya, ada talent gap sekitar 400 ribu-450 ribu orang setiap tahunnya. “Terdapat estimasi yang cukup besar dari 100 ribu-600 ribu pekerja digital setiap tahun yang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan digital ekonomi,” ujarnya.
Berbagai hal perlu disiapkan demi mengisi kekosongan tersebut. Di dalam Roadmap Literasi Digital 2021 - 2024 yang disusun Kementerian Kominfo, SiberKreasi & Deloitte pada 2020, terdapat empat pilar literasi digital. Ini menjadi dasar dari upaya peningkatan literasi dan kapasitas talenta digital Indonesia.
Empat pilar tersebut ialah digital skill, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Digital skill merupakan keterampilan digital di bidang informasi dan literasi data. Digital ethics adalah etika masyarakat dalam menggunakan teknologi.
Sementara itu, digital culture dan digital safety berkaitan dengan budaya komunikasi digital serta aspek keamanan saat menggunakan teknologi.
Apabila indikator-indikator dalam semua pilar literasi digital tersebut dipenuhi maka jalan Indonesia untuk menyiapkan talenta digital yang mumpuni bisa lebih mulus. Adapun, informasi lebih lanjut tentang literasi digital dapat diakses melalui info.literasidigital.id.
Terdapat beberapa upaya pemerintah, termasuk Kominfo, untuk meningkatkan kapasitas dan jumlah talenta digital, misalnya melalui pelatihan di bidang TIK dan kampanye peningkatan literasi digital. Kampanye literasi digital dilakukan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh konten-konten negatif.
Hal ini sekaligus mendorong kesadaran masyarakat mengenai pentingnya literasi digital. Kampanye itu diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan pelatihan, serta konten-konten di media sosial di bawah payung besar Indonesia Makin Cakap Digital bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) SiberKreasi.
Kemudian, ada pula Program Digital Talent Scholarship yang mencakup pelatihan tingkat menengah untuk fresh graduate, teknisi dan profesional, serta masyarakat umum. Di samping itu, untuk para pemimpin perusahaan (c-level), aparatur sipil negara (ASN) dan karyawan swasta, Kementerian Kominfo menggelar program pelatihan TIK lewat Digital Leadership Academy.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dalam Modul Cakap Bermedia Digital menyebutkan, kampanye literasi dan pelatihan di bidang TIK sangatlah penting. Terlebih, Indonesia sedang menghadapi tingginya kebutuhan talenta digital di tengah cepatnya perubahan zaman.
“Penyiapan talenta digital yang cakap dalam menghadapi era disrupsi digital, menjadi salah satu penggerak utama pemanfaatan konektivitas digital yang produktif sebagai perwujudan agenda transformasi digital Indonesia,” tulis Johnny.
Pada sisi lain, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), talenta digital akan memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi digital secara maksimal. Bahkan, berdasarkan laporan dari Konsultan Strategi dan Ekonomi Alphabeta, tenaga kerja yang memiliki keterampilan digital bisa berkontribusi sebesar Rp 4.434 triliun terhadap PDB Indonesia pada 2030.
Presiden mengatakan, Indonesia harus siap menghadapi disrupsi teknologi dengan menghasilkan SDM yang produktif, inovatif, dan berdaya saing global. “Karakter berani untuk berubah, mengubah, dan menciptakan hal-hal baru menjadi pondasi untuk membangun Indonesia maju,” ujarnya.
Terdapat tiga langkah utama yang ditempuh pemerintah untuk mempersiapkan diri menghadapi disrupsi teknologi. Tak hanya membangun infrastruktur digital dan komunikasi, tetapi juga menyiapkan aturan perlindungan konsumen, serta memperkuat SDM yang memiliki keterampilan khusus di bidang teknologi.