Konflik AS-Iran Dikhawatirkan Ganggu Ekspor RI ke Timur Tengah

Image title
Oleh Ekarina
7 Januari 2020, 10:55
Konflik AS-Iran Dikhawatirkan Ganggu Ekspor RI ke Timur Tengah.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Suasana kegiatan ekspor impor di kawasan Tanjung Priok,  Jakarta Utara (28/6). Konflik ASdan Iran yang semakin memanas dikhawatirkan bisa mengganggu ekspor.

Ekskalasi Amerika Serikat (AS) dan Iran terus meningkat beberapa waktu terakhir. Memanasnya hubungan kedua negara, dikhawatirkan dapat menggangu ekspor ke Timur Tengah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, konflik kedua negara bisa berdampak terhadap kinerja sektor rill.

"Ekspor bisa makin sulit, karena ketegangan akan pengaruh ke permintaan global dan Timur Tengah. Sehingga, permintaan barang dari kawasan tersebut ke Indonesia bisa semakin drop jumlahnya," kata Bhima kepada katadata.co.id, Senin (6/1).

(Baca: Harga Minyak Turun karena Ketidakpastian Respons Iran Terhadap AS)

Selain itu, ketidakstabilan ekonomi global juga akan menghambat arus distribusi barang, sehingga biaya logistik bisa semakin mahal. Hal itu bisa terjadi apabila selat Hormuz diblokade Iran dan sekutunya.

Hormuz merupakan salah satu jalur perairan terpenting di dunia yang terletak di antara Teluk Arab dan Teluk Oman. Selat ini biasanya digunakan sebagai jalur pengiriman minyak dunia.

"Jika terjadi blokade, logistik untuk produk ekspor Indonesia akan meningkat, sebab untuk menembus jalur perdagangan ke Timur Tengah harus memutar. Itu yang harus kita antisipasi, jangka pendek mungkin akan terasa," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengatakan, eskalasi konflik AS-Iran yang kian memanas dapat berdampak negatif terhadap harga minyak mentah dunia.

Indonesia saat ini merupakan salah satu importir minyak seiring kebutuhan energi nasional terus bertambah setiap tahunnya.

Oleh karena itu, jika konflik dan kenaikan harga minyak terus berlanjut hingga jauh melebihi target harga minyak dunia yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), stabilitas ekonomi nasional bisa terganggu dan menggerus devisa. Berdasarkan APBN 2020, harga minyak diasumsikan sebesar US$ 65 per barrel.

"Karenanya, sedapat mungkin subsidi BBM yang bersifat konsumtif harus dikurangi dan  segera memperbanyak atau mendiversifikasi sumber energi nasional, khususnya ke energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan impor minyak," katanya kepada katadata.co.id.

(Baca: Konflik AS-Iran Memanas, Chevron Tarik Pekerja Ekspatriat dari Irak)

Sebab jika tidak diantisipasi, cepat atau lambat pemerintah harus melepas subsidi BBM secara keseluruhan. Hal ini berpotensi menciptakan keresahan masyarakat dan inflasi , terutama apabila tidak disertai dengan peningkatan produktifitas atau peningkatan pendapatan.

Halaman:
Reporter: Ratri Kartika W., Tri Kurnia Yunianto
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...