Strategi Ekspor Disiapkan untuk Antisipasi Defisit Dagang Tahun Depan

Michael Reily
21 Desember 2018, 17:54
Pelabuhan Ekspor
Katadata

Ketidakpastian perekonomian dunia serta efek perang dagang diperkirakan masih akan membayangi perekonomian Indonesia pada tahun depan. Pemerintah mulai mengantisipasi dampak tekanan ekonomi global terhadap defisit neraca perdagangan melalui  startegi peningkatan ekspor produk jadi dalam jangka pendek seperti yang diputuskan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), Kamis malam (20/12).

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengungkapkan, pemerintah  akan mulai selektif meninjau komoditas potensial berorientasi ekspor. "Arahnya itu otomotif dan tekstil, tetapi kami masih lihat lagi," kata Oke kepada Katadata.co.id, Kamis (20/12).

Advertisement

(Baca: Perang Dagang Belum Mengganggu Kinerja Sektor Otomotif)

Startegi peningkatan ekspor produk jadi itu diterus diperkuat untuk mengantisipasi penurunan ekspor berbasis komoditas. Sebab,  struktur ekspor Indonesia masih mengandalkan komoditas seperti minyak kelapa sawit dan batubara yang umumnya rentan terpengaruh fluktuasi harga komoditas dunia dan menghadapi restriksi perdagangan internasional.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor nonmigas Januari-November 2018 mencapai US$ 150,14 miliar. Sementara ekspor bahan bakar mineral sebesar US$ 22,5 miliar dengan porsi 15,05% dan ekspor lemak dan minyak nabati US$ 18,7 miliar dengan kontribusi 12,5%.

Namun terkait kebijakan penguatan ekspor tersebut, Oke menjelaskan pemerintah masih akan membahasnya dan meminta masukan dari pelaku usaha. Rencananya, instrumen pendukung bakal berlaku mulai Februari 2019.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan perang dagang tidak akan mengubah tren pelambatan ekonomi global tahun depan. Sehingga, Amerika Serikat dan Tiongkok bakal mengurangi permintaan.

Padahal, kedua negara yang tengah melakukan gencatan senjata dalam perang dagang hingga Maret 2019 itu merupakan pangsa pasar terbesar Indonesia. BPS mencatat porsi ekspor Januari-November 2018 ke AS mencapai 10,78% dengan nilai US$ 16,19 miliar. Sedangkan ekspor Indonesia ke Tiongkok tercatat berkontribusi sebesar 15,12% senilai  US$ 22,70 miliar.

(Baca: Bappenas Dorong Peningkatan Ekspor Produk Makanan Halal)

Bhima juga  memproyeksikan ekspor Indonesia masih tertekan oleh impor untuk produksi industri manufaktur pada awal tahun. Impor minyak bumi masih akan besar karena lifting minyak dalam negeri turun. "Kuartal pertama 2019 masih akan ada defisit perdagangan US$ 1 sampai US$ 2,5 miliar," ujarnya.

Dia  pun mengapresiasi upaya pemerintah dalam  meningkatkan ekspor produk jadi. Namun, dia menyarankan pemerintah agar tak hanya memberikan insentif fiskal untuk produk yang akan diekspor, tetapi juga jaminan ketersediaan bahan baku dan ongkos bahan bakar yang murah.

Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono  mentakan pengusaha telah menyusun pengembangan ekspor sejak 2016. Sehingga, harapannya  pemerintah seharusnya bisa menyesuaikan rencana pengembangan itu dengan kebijakan yang tepat.

Dia juga mengatakan, industri otomotif dan tekstil sudah memiliki kapasitas untuk meningkatkan ekspor produk jadi. "Sekarang tergantung sikap pemerintah untuk memberikan insentif yang besar supaya industri memiliki kepastian produksi," kata Handito.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement