Perbaharui Data Beras, BPS Gunakan Metode Penghitungan Komprehensif

Michael Reily
23 Oktober 2018, 18:13
sawah
ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Seorang petani menyemprotkan racun pembasmi hama di persawahan Desa Tana Harapan, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Kamis (16/3). Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan pencetakan sawah baru pada 2017 seluas 2.500 hektare untuk meningkatkan produksi padi sekaligus menjaga laju produksi padi agar dapat menopang surplus beras yang mencapai 2,6 juta ton per tahun di wilayah Sulawesi Selatan.
 

Badan Pusat Statistik (BPS),  baru saja melakukan penyempurnaan data produksi padi dan beras untuk memperkuat kualitas tata kelola beras dan akurasi statistik.  Dalam penyempurnaan  tersebut, BPS melakukan penghitungan secara komprehensif  melalui  perhitungan luas baku sawah,  perbaikan perhitungan konversi gabah kering menjadi beras, hingga proses verifikasi data dalam dua tahap.

Proses verifikasi data di 16 provinsi sentra produksi padi dilakukan dalam dua tahapan, pertama yang mencakup 87% luas lahan baku sawah di Indonesia. Sedangkan luas bahan baku  13% sisanya yang berada di provinsi lain bakal selesai pada akhir tahun 2018.

Berdasarkan perhitungan luas panen diperkirakan produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 49,65 Juta ton sampai bulan September 2018. Alhasil, potensi produksi sampai Desember 2018 diperkirakan sebesar 56,54 juta ton gabah atau setara dengan 32,42 juta ton beras.

(Baca: Produksi Beras 2018 Diprediksi Lebih Rendah dari Data Kementan)

BPS juga menghitung luas panen tahun 2018 diperkirakan mencapai 10,9 juta hektare. Sehingga, dengan angka konsumsi beras 29,57 juta ton per tahun, maka diketahui ada surplus beras sebesar 2,85 juta ton.

Secara garis besar, tahapan perhitungan produksi beras dimulai dari perhitungan luas lahan baku sawah nasional, perhitungan luas panen dengan Kerangka Sampel Area (KSA), perhitungan tingkat produktivitas lahan per hektare, serta perhitungan angka konversi dari gabah kering panen (GKP) ke gabah kering giling (GKG) dan angka konversi dari GKG ke beras.

Keseluruhan tahapan dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan berbagai Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Dalam tahapan untuk penetapan luas lahan baku sawah nasional, perhitungannya disempurnakan melalui verifikasi melalui citra satelit sangat tinggi oleh LAPAN kemudian diolah BIG dengan metode Cylindrical Equal Area (CEA) untuk dilakukan pemilahan dan deliniasi antara lahan baku sawah dan bukan sawah.

Metode ini menghasilkan angka luas sawah yang aktual sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Selanjutnya verifikasi tahap kedua dilakukan melalui validasi ulang di lapangan oleh Kementerian ATR.

BPS menggunakan luas pahan baku sawah nasional yang ditetapkan untuk menghitung  luas panen padi.

Perhitungan berdasarkan pengamatan yang objektif (Objective Measurement) menggunakan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA) yang dikembangkan bersama BPPT dan telah mendapat pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Metode ini melibatkan pengamatan visual dengan menggunakan HP berbasis android, sehingga dapat diamati kondisi lahan apakah berada dalam kondisi fase persiapan lahan, fase vegetatif, fase generatif, fase panen, lahan puso, lahan sawah bukan padi, atau lahan bukan sawah.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...