Defisit Neraca Dagang Diperkirakan Berlanjut di Agustus US$ 1,1 Miliar

Image title
Oleh Ekarina
17 September 2018, 09:20
Pelabuhan ekspor
Katadata

Defisit neraca perdagangan dalam negeri pada Agustus 2018 diprediksi masih akan berlanjut dengan angka sebesar US$ 1,1 miliar hingga US$ 1,5 miliar. Meski begitu, angka tersebut diperkirakan mengecil dibanding defisit perdagangan per Juli lalu sebesar US$ 2,03 miliar.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan defisit neraca perdagangan Agustus diperkirakan terjadi karena beberapa faktor, seperti efek  negatif perang dagang mulai berdampak negatif  serta ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia yang masih lemah dihantam tarif bea masuk 54% oleh India.

Advertisement

"Ekspor manufaktur bergerak lambat karena permintaan global khususnya dari negara tujuan ekspor utama belum pulih. Jika permintaan turun, maka otomatis harga ekspor pun ikut turun. Ini terlihat dari harga agregat ekspor produk non migas pada bulan Juli yang anjlok -2,2% (year on year)," kata Bhima kepada Katadata, Senin (17/9).

Disisi lain, produk dalam negeri dinilai semakin tergilas oleh Tiongkok akibat  perang dagang. Menurutnya, Tiongkok terus melempar ekses produksinya ke Indonesia, pasca produknya mengalami hambatan masuk ke pasar AS. Hal itu  tercermin dari total volume impor Tiongkok ke Indonesia naik 32% periode Jan-Juli 2018 dengan nilai impor mencapai US$ 24,8 miliar atau setara 27,3% terhadap total impor non migas.

(Baca : Neraca Perdagangan Juli Defisit US$ 2,03 Miliar, Terbesar Sejak 2013)

"Sebagai pasar yang besar di Asean dengan 260 juta penduduk, Indonesia adalah sasaran empuk dari eksportir negara lain," ujarnya.

Sementara itu, harga minyak mentah dunia masih bergerak naik ditambah pelemahan kurs rupiah membuat impor migas akan terus melebar.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit migas pada Januari-Juli 2018 telah menembus US$ 6,6 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 4,6 miliar.

"Ini merupakan lampu merah. Dengan defisit perdagangan yang terus melebar, hal ini berpotensi memperlebar defisit transaksi berjalan. Pada akhirnya permintaan dolar dan rupiah tidak seimbang dan dapat mengakibatkan pelemahan kurs karena permintaan dolar untuk impor jauh lebih besar," katanya.

Sebelumnya, BPS mengumumkan neraca perdagangan Juli 2018 defisit US$ 2,03 miliar. Defisit ini merupakan yang terdalam sejak Juli 2013 atau dalam 59 bulan terakhir sebesar US$ 2,30 miliar. Sektor minyak dan gas (migas) menyumbang defisit terbesar Juli 2018 yakni sekitar US$ 1,18 miliar. Sementara defisit neraca nonmigas tercatat sebesar US$ 842,2 juta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement