Distribusi Beras Impor Disarankan Setelah Oktober 2018
Pemerintah kembali menerbitkan izin impor beras. Namun, kalangan pengamat menilai pendistribusian beras impor sebaiknya dilakukan setelah Oktober agar tak menggangu harga jual gabah petani dan menjadikannya tidak kompetitif di pasar.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menjelaskan harga rata-rata satu kilogram gabah kering panen di tingkat petani naik Rp 200 dalam waktu 2 pekan. “Produksi padi terganggu karena kekeringan dan bisa menyebabkan 30% hasil panen berkurang,” katanya kepada Katadata, Kamis (16/8).
Menurut catatannya, harga gabah kering panen per kilogram meningkat drastis dalam dua pekan terakhir, dari Rp 4.407 menjadi Rp 4.613. Lonjakan harga gabah Rp 200 bisa menyebabkan harga beras di tingkat konsumen naik Rp 400 per kilogram.
Menurut Dwi, jika Perum Bulog menyalurkan beras impor dalam waktu dekat untuk menjaga harga konsumen, nilai gabah kering panen akan merosot.
(Baca : Izin Impor Beras Bulog Melonjak Menjadi 2 Juta Ton)
Petani yang tengah kesulitan pun bakal makin sengsara jika pendapatannya berkurang. Dwi menjelaskan, harga gabah di tingkat petani yang melonjak cepat menggambarkan gejolak produksi yang berkurang. “Petani susah walaupun harga tinggi tapi produksi merosot,” ujarnya.
Maka dari itu, memerintah dan Bulog diminta untuk tidak melakukan intervensi karena harga beras di tingkat konsumen tidak mencerminkan keadaan petani. Sebab, harga beras di tingkat konsumen saat ini lebih terpengaruh oleh margin distribusi serta keuntungan pedagang.
Dwi mempersilakan pemerintah untuk melakukan intervensi harga beras pada medio Oktober hingga Januari. Sebab, petani sudah tidak melakukan penanaman dan menjadi konsumen beras seperti masyarakat pada umumnya.
Meski menentang penyaluran beras impor, dia mengapresiasi kebijakan pemerintahyang mengizinkan impor 2 juta ton beras tahun ini. Alasannya, stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di gudang Bulog bakal menjadi patokan harga beras pada awal tahun 2019.