Dua ABK Loncat dari Kapal Tiongkok, Korban Kerja Paksa Kian Bertambah

Rizky Alika
8 Juni 2020, 10:36
Dua ABK Loncat dari Kapal Tiongkok, Korban Kerja Paksa Kian Bertambah.
imnews.imbc.com
Ilustrasi Jasad ABK Indonesia yang sbeelumnya dibuang ke laut dari kapal Tiongkok. isher Centre Bitung melaporkan dua awak kapal Indonesia meloncat dari kapal ikan Tiongkok.

Korban kerja paksa dan perdagangan anak buah kapal (ABK) perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera Tiongkok terus bertambah. Fisher Centre Bitung melaporkan, ada dua orang awak kapal perikanan Indonesia  melompat dari kapal ikan Tiongkok pada Jumat, (5/6) lalu.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa kejadian ini merupakan insiden ke-6 dalam kurun delapan bulan terakhir.

Advertisement

“Sepanjang periode November-Juni 2020 kami mencatat ada 30 orang awak kapal Indonesia yang menjadi korban kekerasan dalam bekerja di kapal Tiongkok, rinciannya 7 orang meninggal, 3 orang hilang dan 20 orang selamat,” kata Abdi, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima katadata, Senin (8/6).

(Baca: Istana Sebut Serius Usut Dugaan Eksploitasi ABK dengan Lapor ke PBB)

Dengan maraknya kejadian tersebut, DFW-Indonesia lantas meminta pemerintah Indonesia secepatnya melakukan moratorium pengiriman ABK ke luar negeri, terutama yang bekerja di kapal ikan Tiongkok baik legal maupun ilegal.

Menurut data Fisher Center, dua orang ABK yang melompat dari kapal ialah Reynalfi dan Andri Juniansyah. Kedua awak kapal tersebut melompat dari kapal ikan Tiongkok Lu Qian Yua Yu 901 saat kapal melintasi Selat Malaka.

Mereka melompat karena tidak tahan dengan perlakuan dan kondisi kerja di atas kapal yang kerap melakukan intimidasi serta kekerasan fisik dari kapten dan sesama ABK asal Tiongkok.

Setelah mengapung selama 7 jam, kedua ABK mendapatkan pertolongan nelayan Tanjung Balai Karimun. Dugaan kerja paksa mengemuka setelah ditemukan adanya praktik tipu daya, gaji yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak layak, ancaman dan intimidasi yang dirasakan Andri dan Reynalfi.

Berdasarkan hasil pemindaian yang dilakukan oleh Fisher Centre Bitung terhadap aduan  keluarga korban,  Andri dan Reynalfi tidak pernah menerima gaji setelah lima bulan bekerja.

“Sejak berangkat pada 24 Januari 2020, mereka tidak pernah menerima upah dari perusahaan perekrut dan bahkan megalami tindak kekerasan fisik dan intimidasi di atas kapal” kata Abdi.

(Baca: Menelusuri Pangkal Perbudakan Modern di Kapal-kapal Ikan)

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement