Ada Normal Baru, Bisnis dan Serapan Tenaga Kerja Perhotelan Masih Lesu

Rizky Alika
13 Juli 2020, 16:02
Ada Normal Baru, Bisnis dan Serapan Tenaga Kerja Perhotelan Masih Lesu.
ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pras.
Pekerja membersihan kamar dengan disinfektan di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta, Jumat (5/6/2020). Bisnis perhotelan dan serapan tenaga kerja sektor ini belum pulih meski telah masuk fase normal baru.

Penerapan tatanan kenormalan baru (new normal) telah diberlakukan selama sebulan lebih untuk mendorong roda perekonomian. Meski demikian, kondisi ini belum bisa memulihkan serapan tenaga kerja, khususnya pada sektor perhotelan.

Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengatakan, tingkat okupansi perhotelan secara nasional baru mencapai 10% atau meningkat tipis dibandingkan masa pandemi yang berada di bawah 10%. Namun, khusus perhotelan di kawasan wisata Puncak Bogor, misalnya tingkat okupansi mulai mencapai 20-30% pada akhir pekan.

"Karena okupansi baru sedikit, serapan tenaga kerja belum banyak," kata dia saat dihubungi Katadata, akhir pekan lalu (10/7).

(Baca: Okupansi Rendah, Pengusaha Hotel Menjerit Biaya Protokol Kesehatan)

Ia mengatakan, serapan tenaga kerja sulit dimaksimalkan bila fungsi hotel hanya digunakan sebagai penginapan, bukan sebagai tempat penyelenggaraan acara atau pertemuan. 

Sebab, pendapatan hotel terbesar saat ini berasal dari penjualan makanan dan minuman, dengan kontribusi mencapai 30-40% terhadap total pendapatan. Oleh karena itu, peningkatan omzet baru bisa  terjadi bila pengunjung kembali menggelar acara atau pertemuan di hotel. 

Adapun pertemuan di hotel sebagian besar dilakukan oleh pemerintah. Dari keseluruhan pertemuan yang diselenggarakan di hotel, 30-50% di antaranya merupakan acara yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Oleh karena itu, Maulana berharap pemerintah kembali mendorong pertemuan yang di hotel. Biasanya, penyewaan ruangan oleh pemerintah akan meningkat jelang akhir tahun.

Di tengah minimnya okupansi  serta terbatasnya pembukaan kamar yakni hanya sekitar 150 unit menjadikan pelaku usaha perhotelan berupaya untuk menekan biaya operasional. 

Pasalnya, beban listrik  dan biaya operasional lainnya yang ditanggung pengusaha dinilai menggerus keuangan perusahaan. "Jadi kami melakukan efisiensi. Kalau tidak, pengusaha tidak bisa survive sampai Desember," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...