Krisis TKA selama Covid, Produsen Sawit Malaysia Rekrut Pekerja Lokal

Image title
Oleh Ekarina
18 Agustus 2020, 12:00
Krisis TKA selama Covid, Produsen Sawit Malaysia Rekrut Pekerja Lokal.
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/NZ.
Petani memetik tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Pasi Kumbang, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Kamis (11/6/2020). Malaysia mneghadapi krisis kekurangan tenaga kerja perkebunan sawit.

Produsen minyak sawit Malaysia memulai perekrutan tenaga kerja lokal dan mempercepat sistem mekanisasi industri. Langkah ini untuk memutus ketergantungan mereka terhadap tenaga kerja asing (TKA) perkebunan yang jumlahnya terus menyusut selama pandemi corona

Menjelang puncak produksi September-November, sejumlah perusahaan memasang spanduk di dekat perkebunan serta iklan pekerjaan online yang menawarkan perumahan gratis, air gratis, dan fasilitas kehidupan perkebunan lainnya. Upaya ini dilakukan untuk memikat pekerja setempat agar mau melakukan segala hal mulai dari mengemudi traktor hingga memanen hasil kebun.

Pembatasan perjalanan dan pergerakkan warga membuat Malaysia menghadapi dilema kekurangan tenaga kerja, yang selama ini didominasi pekerja migran. 

Sebelumnya, negara produsen sawit terbesar kedua dunia itu diperkirakan kekurangan 37.000 pekerja sawit, hampir 10% dari total tenaga kerja. Namun, Asosiasi Minyak Sawit Malaysia (MPOA) meramal angka ini bisa meledak hingga 70.000 pekerja begitu akses perbatasan kembali dibuka. 

“Ini adalah pertama kalinya kami melakukan upaya besar untuk mempekerjakan masyarakat  Malaysia, tetapi ini juga pertama kalinya kami menghadapi Covid-19,” Imran, seorang manajer perkebunan di Sime Darby Plantation dikutip dari Reuters.

Industri khawatir krisis tenaga kerja akan mengganggu produksi minyak sawit tahun ini. Pasalnya, bila ini dibiarkan buah  hasil panen terancam busuk hingga  memberikan keunggulan kepada pesaing terbesarnya yakni Indonesia yang tidak memiliki masalah tenaga kerja.

Apalagi menurut analis, biaya produksi rata-rata Malaysia sedikit lebih tinggi atau sekitar US$ 406- US$ 480 per ton,  dibandingkan dengan Indonesia yang masih US$ 400- US$ 450 per ton.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...