Mayora Hadapi Kendala Pemasaran Digital Bisnis Makanan

Image title
Oleh Ekarina
25 September 2020, 19:53
Makanan Minuman, Industri, Digital, Marketing, Brand Marketing, Pandemi Corona, Covid-19, Pertumbuhan Ekonomi, Bisnis.
Arief Kamaludin | Katadata
Pengunjung di pusat perbelanjaan Carrefour, Jakarta, Jumat, (19/12). Industri makanan minuman terdampak pandemi corona.

Pandemi corona membuat sektor industri beradaptasi degan kebiasaan baru, salah satunya penggunaan teknologi digital di bidang pemasaran. Meski demikian, digital marketing ini tak sepenuhnya mulus diterapkan perusahaan makanan minuman (fast moving consumer goods/FMCG), seperti PT Mayora Indah Tbk .

Global Marketing Director, Mayora Ricky Afrianto mengatakan, pandemi Covid-19 menuntut perusahaan proaktif, inovatif dan menggencarkan komunikasi pemasaran melalui beragam saluran. Menurutnya, booming e-commerce di masa pandemi otomatis menciptakan standar baru di bidang pemasaran digital.

Advertisement

Namun, menerapkan digital marketing pada industri makanan minuman lebih sulit dibandingkan melalui saluran konvensional seperti televisi. 

"Kami harus menemukan cara bagaimana saluran ini bisa efektif menyampaikan pesan produk ke konsumen dna meningkatkan engagement pengguna," katanya dalam diskusi virtual MarkPlus Industry Roundtable: FMCG Industry Perspective, Jumat (25/9).

Berdasarkan analisanya, ada empat kendala utama digital marketing belum efektif mendorong pesan produsen industri makan minuman.

Pertama, adanya faktor  mental stage, di mana kecenderungan konsumen mencari program promosi atau diskon dari iklan di media sosial. Ini yang berbeda dengan iklan makanan minuman di televisi yang pesannya tergambar secara visual. 

Kedua, saluran digital rata-rata memiliki pasar anak muda, sehingga perhatian (attention spend) lebih pendek. Ketiga, waktu tayang (time). Bila di televisi jam tayang bisa diatur di jam tertentu yang memungkinkan pengguna lebih banyak menonton televisi. 

Sedangkan pada channel digital tergantung pengguna dan topik yang sedang ramai. Keempat, hyperactive atau kecenderungan perilaku pengguna digital sangat aktif berpindah dari satu media ke media sosial lainnya membuat pesan pemasa sulit tersaimpaikan.

"Apalagi ketika beriklan, kita juga  kita compare dengan pengiklan lain dari industri yang berbeda," katanya. 

Dengan beragam kendala tadi, kontribusi penjualan digital atau e-commere di Mayora pun masih kecil atau sekitar 1%. Meski begitu, perusahaan akan terus menjaga pertumbuhan di channel tersebut.

Hingga semester I 2020, Mayora Indah membukukan penjualan bersih Rp11,08 triliun. Nilai ini turun 8,10% dibandingkan periode yang sama taahun lalu Rp12,05 triliun. 

Dari jumlah tersebut, produsen permen Kopiko dan Energen ini mencatat penjualan domestik Rp6,88 triliun dan ekspor Rp4,20 triliun. 

Meski penjualan turun, laba bersih perusahaan pada enam bulan pertama 2020 itu naik 16,2% menjadi Rp938,47 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu Rp807,48 miliar.

Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 82,85% perusahaan di Indonesia pendapatannya menurun saat pandemi virus corona Covid-19. Sebanyak 14,6% perusahaan menyatakan pendapatannya tetap seperti yang tercantum dalam databoks berikut:

Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 82,85% perusahaan di Indonesia mengalami penurunan pendapatan saat pandemi virus corona Covid-19. Sebanyak 14,6% perusahaan menyatakan pendapatannya tetap selama pandemi corona. Sedangkan, ada 2,55% perusahaan mengaku pendapatannya meningkat seperti yang tergambar dalam databoks berikut:

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement