Ketidakpastian Mereda, Pengusaha Prediksi Ekonomi Membaik Tahun Depan
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi perekonomian nasional mulai membaik pada tahun depan. Hal tersebut sejalan dengan adanya perkembangan ketersediaan vaksin virus corona sehingga mereduksi ketidakpastian usaha.
"Ke depannya, kalau saya melihatnya pada 2021 perekonomian akan semakin membaik," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani dalam acara Survei Nasional: Mitigasi Dampak COVID-19 di Jakarta, Minggu (18/10).
Kendati pulih bertahap, ketersediaan vaksin diharapkan bisa membantu pengusaha. Pasalnya, faktor ketidakpastian menjadi musuh utama pengusaha dalam merencanakan dan menjalankan bisnisnya.
Seperti diketahui pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 5,2%. Sedangkan, pada kuartal III Kadin memprediksi pertumbuhan ekonomi bakal mencapai antara -2 sampai -3%. Namun, pada kuartal IV 2020 kontraksi pertumbuhan ekonomi diprediksi sedikit membaik.
Menurut Rosan, pada kuartal II 2020, perekonomian Indonesia sudah menyentuh level terendah. Situasi ini juga membuat para pelaku usaha dalam posisi bertahan.
Untuk bertahan, pelaku usaha melakukan perputaran bisnis sekitar 40-50%. Sedangkan pengusaha lain bertahan dengan cara efisiensi di segala lini.
"Namun, kami ingatkan juga agar tak hanya mendorong sisi suplainya. Padahal, untuk membangkitkan perekonomian, sisi permintaan juga memiliki tantangan mengingat aspek permintaan berhubungan dengan ketidakpastian, kenyamanan, dan proyeksi," ujarnya.
Maka dari itu, dia pun mendorong pemerintah menggencarkan bantuan sosial (bansos) dan bantuan langsung tunai (BLT) guna meningkatkan permintaan.
Sebab, peningkatan dari suplainya saja tak akan memberikan hasil optimal bila tak dibarengi dengan peningkatan permintaan.
Stimulus Pendongkrak Daya Beli
Pemerintah telah menggelontorkan beragam bantuan sosial dengan anggaran mencapai ratusan triliun dalam program pemulihan ekonomi nasional. Namun, daya beli masyarakat tak kunjung meningkat tercermin dari deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut pada Juli-September 2020.
Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Raden Pardede sebelumnya mengakui daya beli masyarakat tidak bisa ditingkatkan hanya dengan bantuan sosial pemerintah. Bansos hanya mampu mempertahankan konsumsi barang esensial masyarakat.
"Sehingga daya beli tidak akan naik," kata Raden dalam acara Diskusi Media terkait Daya Beli Masyarakat di tengah Pandemi Covid-19, Senin (5/10).
Maka dari itu, Raden menilai, pemulihan daya beli lebih efektif dilakukan melalui ketersediaan lapangan kerja. Hal tersebut menjadi alasan prioritas program PEN pada tahun depan akan lebih diarahkan kepada program padat karya dan investasi pemerintah.
Dengan penciptaan lapangan kerja, akan ada pendapatan tambahan yang bisa membuat masyarakat membeli barang di luar kebutuhan esensial. "Namun tahun depan masih tetap akan ada bansos," ujarnya.
Pemerintah menganggarkan dana penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp 695,2 triliun. Dari total anggaran tersebut, sebesar Rp 203 triliun dialokasikan untuk tambahan anggaran perlindungan sosial.
Program padat karya sebenarnya sudah digiatkan sejak tahun ini. Dalam PEN, pemerintah mengalokasikan Rp 18,44 triliun untuk program itu. Namun, menurut Raden, program tersebut belum dapat berjalan maksimal karena kasus Covid-19 di Tanah Air masih tinggi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menjelaskan pemulihan ekonomi pada tahun depan akan ditopang oleh keteserdiaan vaksin. Untuk itu, sisi permintaan dan suplai harus dijaga melalui akselerasi reformasi ekonomi.
"Omnibus Law Cipta Kerja, reformasi anggaran dan Sovereign Wealth Fund akan terus didukung, Jangan sampai pada 2021, investasi belum tumbuh," ujar Febrio, pekan lalu.
Investasi diharapkan menjadi salah satu penyumbang utama pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2021 mencapai 5%, berbalik dari kondisi tahun ini yang diprediksi terkontraksi hingga 1,7%.