Ekspansi Industri Manufaktur Diperkirakan Berlanjut hingga Februari
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2020 kembali berada di level ekspansif di angka 51,3%, tumbuh dibanding bulan sebelumnya 50,6%. Pengusaha memperkirakan, ekspansi industri manufaktur akan terus berlanjut hingga kuartal II terdorong momentum Imlek, puasa dan lebaran.
Wakil ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta W. Kamdani mengatakan peningkatan PMI manufaktur periode Desember disebabkan oleh permintaan pasar domestik jangka pendek. Peningkatan tersebut diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga imlek yang jatuh pada pertengahan Februari 2021.
"Pasca Imlek kita masih harus lihat lagi apakah akan ada ekspansi kinerja atau tidak, karena tidak ada pendorong permintaan yang cukup besar secara nasional hingga ramadan dan lebaran," kata Shinta kepada Katadata.co.id, Selasa (5/1).
Meski demikian, pasca-Imlek menurutnya bukan berarti tidak ada industri yang ekspansi. Hanya saja, ekspansi industri tidak bisa hanya bergantung pada permintaan pasar domestik dan momentum hari besar.
Oleh sebab itu, untuk mendorong ekspansi manufaktur dan memulihkan perekonomian, diperlukan pendorong dari sisi supply, misalnya dengan perbaikan iklim usaha, inbound investasi, kemudahan kredit usaha dan sebagainya,
"Selain itu, perlu juga mendorong permintaan eksternal seperti lewat peningkatan permintaan ekspor produk manufaktur nasional. Jika faktor pendukung ini tidak ada dan kita hanya bergantung pada pasar domestik, kemungkinan ekspansi manufaktur akan melambat pada 2021," ujar Shinta.
Apalagi bila proses pengendalian pandemi dan normalisasi ekonomi berjalan lama atau butuh waktu lebih dari setengah tahun, maka akan semakin sulit mendorong pertumbuhan industri.
Oleh karena itu, Shinta menilai kepercayaan ekspansi industri manufaktur sangat tergantung pada pemulihan permintaan atau suntikan modal kerja. Tanpa adanya permintaan dan modal yang signifikan, bisa dipastikan industri manufaktur akan terus menunda ekspansi.
"Khususnya untuk industri padat karya yang risiko usahanya di 2021 masih sangat tinggi akibat peningkatan beban usaha, kenaikan upah daerah dan pemotongan besar-besaran budget stimulus fiskal dan non-fiskal bagi korporasi dampak pandemi tahun ini," katanya.
Sedangkan berdasarkan sektor usaha, Shinta melihat sektor usaha yang memiliki kepercayaan terbesar untuk ekspansi justru bukan manufaktur, melainkan sektor jasa. Adapun sektor tersebut, seperti jasa keuangan, jasa telekomunikasi, IT & e-commerce, dan jasa kesehatan dengan arah ekspansi ke segmen e-health, e-pharma dan telemedicine.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan kenaikan PMI manufaktur Desember 2020 disebabkan oleh tingginya permintaan untuk kebutuhan konsumsi menjelang Natal, Tahun Baru dan juga momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Di samping itu, pelaku usaha juga sudah mulai kedatangan pesanan untuk kebutuhan stok barang menjelang puasa dan lebaran. Menurutnya, pesanan tersebut datang juga terdorong optimisme pelaku usaha retail dan supermarket yang memperkirakan lebaran tahun ini akan lebih ramai dibanding 2020 saat awal pandemi.
“PMI Desember naik karena kita sudah mulai melakukan persiapan produksi. Saya juga yakin Januari akan naik lagi karena memang persiapan ini sudah semakin dekat," katanya.
Dengan permintaan yang terus datang, grafik PMI manufaktur menurutnya akan terus meningkat dan mencapai puncak pada puasa nanti yang akan jatuh di pertengahan April.
“Jadi akan berkesinambungan. Januari meningkat, Februari meningkat, sampai menjelang puasa nanti puncaknya, biasanya seperti itu siklusnya," ujarnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, peningkatan indeks manufaktur didukung pertumbuhan pesanan baru yang mengacu ekspansi solid output produksi. Kenaikan ini merupakan tercepat kedua dalam sejarah survei selama hampir sepuluh tahun.
Dengan capaian ini, dia optimistis industri nasional memiliki modal yang cukup kuat untuk pulih. Terlebih kondisi makro ekonomi turut mendukung dengan membaiknya permintaan domestik dan keyakinan konsumen.
“IHSG dan nilai tukar rupiah yang terus menguat dan kembali ke level pre-Covid-19. Faktor ini akan mendorong produksi atau supply side,"kata Agus dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (6/1).
Adapun tiga subsektor yang diproyeksikan tumbuh pada 2021, yakni industri makanan, minuman, serta kertas dan barang dari kertas. Kemenperin mencatat, industri minuman diramal tumbuh 4,39% secara tahunan pada 2021.
Selain itu, pihaknya akan memberikan perhatian khusus pada beberapa sektor manufaktur, seperti industri farmasi, produk obat, kimia, obat tradisional, bahan kimia, barang dari bahan kimia dan logam dasar.
Sejumlah sektor tersebut diperkirakan bakal kembali ke jalur positif tahun ini. “Dengan asumsi pandemi sudah bisa dikendalikan dan aktivitas ekonomi sudah bisa kembali pulih, kami memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur pada 2021 akan tumbuh 3,95%,” ujarnya.
Reporter/ penyumbang bahan : Ivan Jonathan (Magang)