Tren Positif Bisnis Pengantaran Makanan dan E-Groceries Asia Tenggara

Image title
Oleh Ekarina - Tim Publikasi Katadata
28 Oktober 2021, 12:41
Tren Positif Bisnis Pengantaran Makanan dan E-Groceries Asia Tenggara
Shutterstock

Pandemi Covid-19 mengubah kebiasaan masyarakat dalam memesan makanan dan belanja kebutuhan sehari-hari secara daring. Tren ini diperkirakan terus berlanjut di masa mendatang serta menciptakan peluang ekonomi dan bisnis baru di Asia.

Bank DBS dalam riset bertajuk Asian Insight Sparx New Economy Sector mengungkapkan, pandemi Covid-19 global mengubah kebiasaan pembelian masyarakat. Jika sebelum pandemi, layanan pesan –antar makanan serta pembelian kebutuhan sehari-hari secara online (e-groceries) kurang banyak dilakukan, kondisinya berubah selama dua tahun terakhir.

Masyarakat Asia Tenggara mulai banyak menggunakan platform pesan-antar makanan dan e-groceries untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai kawasan dengan populasi penduduk 670 juta jiwa dan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar US$ 3,0 triliun, Asia Tenggara menjadi salah satu pasar ekonomi digital paling menarik di dunia.

Nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV) layanan pengiriman makanan online kawasan ini diperkirakan mencapai US$ 28 miliar atau setara Rp 398 triliun pada 2025, naik tiga kali lipat dibandingkan pada 2020 yang masih di kisaran US$ 9 miliar, menurut Euromonitor. Penetrasi layanan ini juga diperkirakan meningkat menjadi 16-17% pada 2025 dari yang sebelumnya 11%.

Besarnya peluang tersebut turut mengundang minat banyak perusahaan. Beberapa pendatang mulai merambah bisnis jasa pesan-antar makanan, di antaranya adalah perusahaan e-commerce Shopee, perusahaan penerbangan Air Asia dan penyedia tiket online seperti Traveloka.

Induk usaha Shopee, Sea Group meluncurkan ShopeeFood di Indonesia dan Malaysia pada semester I 2021 serta DeliveryNow di Vietnam belum lama ini. Sementara AirAsia, usai mengakuisisi bisnis Gojek di Thailand, kembali meningkatkan operasi bisnis non-maskapai melalui akuisisi platform pengiriman makanan daring DeliverEat di Malaysia. Akuisisi senilai US$ 9,8 juta ini dilakukan melalui anak usahanya, Teleport.

Analis DBS, Sachin Mittal menilai setidaknya ada dua alasan besar para pemain bergegas masuk layanan pesan-antar makanan. Pertama, layanan pengiriman makanan memiliki frekuensi lebih tinggi dalam interaksi dengan pelanggan, sehingga mempermudah konsumen mengingat nama merek atau layanan sebuah produk.

“Yang lebih menarik, layanan tersebut dapat menembus konsumen berusia di atas usia 45 tahun, yang sulit dijangkau oleh layanan lain,” katanya dalam riset Asian Insight Sparx New Economy Sector.

Menurut survei yang dilakukan oleh Deliveroo di Singapura pada Januari 2021, sebanyak 80% responden mengatakan memesan makanan dari layanan pengiriman lebih sering dari sebelumnya.  Adapun setengah (50%) dari responden memesan makanan lebih dari sekali dalam seminggu.

Popularitas aplikasi layanan pesan-antar makanan meluas ke konsumen berusia lebih tua di Singapura. Sebanyak 81% responden berusia 45-54 menyatakan lebih bergantung pada layanan pesan-antar untuk memesan makanan dan lebih dari 82% responden akan tetap menggunakan layanan pengiriman makanan lebih ke depan.

Pernyataan tersebut memperkuat keyakinan bahwa permintaan jasa pengiriman makanan akan semakin berkembang di masa mendatang.

Layanan pesan-antar makanan juga mendorong trafik ke layanan dompet digital (e-wallet).  Perusahaan seperti Grab, Gojek, maupun Shopee juga berniat untuk mendorong lalu lintas dari layanan pesan-antar makanan ke layanan e-wallet mereka dan mengubahnya menjadi aplikasi sehari-hari.

Di sisi lain, pemain eksisting di jasa pengiriman makanan seperti Meituan & Grab justru mulai merambah bisnis layanan e-groceries. Meski layanan e-groceries sebagian besar kurang ditembus di pasar Asia Tenggara karena tantangan logistik dan profitabilitas, layanan ini berhasil tumbuh hampir 3 kali lipat selama pandemi.

Kontribusi pembelian bahan makanan dan kebutuhan pokok dari total GMV e-commerce melonjak menjadi 11% pada 2020 dari yang sebelumnya 4% di 2015. Peningkatan ini sebagian disebabkan kegiatan bekerja dari rumah (WFH) dan perubahan kebiasaan memasak di rumah.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...